Sunday, January 2, 2011

Pengalaman hampir mati membuat Dr Frank Artress menuruti panggilan jiwanya

Pendakian gunung Kilimanjaro seharusnya menjadi perayaan ulang tahun yang ke-50 bagi Dr Frank Artress, tapi perayaan itu hampir berakhir dengan kematian.

Dr Frank Artress, seorang anesthesiologist jantung dari Modesto, California, di ketinggian sekitar 6000 m, harus berjuang untuk bisa bernapas di udara tipis dekat puncak gunung. Paru-parunya perlahan-lahan terisi dengan cairan dan jantungnya berdetak kencang. Sebagai seorang ahli anesthesiologist jantung ia tahu bahwa kondisinya dalam bahaya. Ia tahu ia memiliki tanda-tanda edema paru akibat ketinggian. Medannya terlalu berbahaya untuk turun kembali melalui jalan yang dia lalui, dan ia harus terus berjalan ke atas untuk kembali turun melalui sisi lain dari Kilimanjaro.

"Saya pikir betapa bodohnya saya, akan segera mati tanpa pernah memberikan balasan (sedekah/amal) apa-apa kepada masyarakat," katanya kepada wartawan San Francisco Chronicle Meredith May, yang menceritakan pengalaman Artress " dalam sebuah artikel berjudul " Dokter menemukan panggilan jiwanya ketika kematian hampir menjemputnya" 

Setelah hampir meninggal akibat kejadian tersebut, Artress dan istrinya, Susan Gustafson, menemukan tujuan baru. Ketika mereka kembali rumah, mereka segera menjual mobil sport, lukisan Picassos dan kolam renang. Barang barang tersebut telah kehilangan daya pikatnya bagi  mereka. Artress mengatakan kepada Meredith May, "Barang barang tadi tampak seperti kami berada di obral garasi rumah orang lain, dan melihat semua barang bekas mereka."

Mereka menjual hampir semua harta benda mereka, Artress berhenti dari pekerjaannya, kemudian pindah ke Afrika dan ia menjadi seorang "dokter semak (bush doctor)" yang melayani orang-orang yang sangat miskin di Tanzania. "Anda dapat menolong nyawa seseorang dengan antibiotik seharga US$ 1.50," katanya kepada Meredith May. "Keadaan yang sangat menyentuh perasaan di Afrika adalah bahwa banyak orang tidak memiliki akses ke perawatan yang paling dasar, sehingga mereka mati akibat  penyakit yang sepenuhnya dapat dicegah."

Artress belajar praktek kedokteran tropis melalui Internet. Setelah bekerja selama dua tahun di sebuah klinik, ia dan Gustafson mengendarai Land Rover miliknya dan mulai memberikan pelayanan kesehatan kepada  pasien di panti asuhan, dan desa desa suku pedalaman. Mereka kemudian membeli bus berukuran 20-kaki yang mereka ubah menjadi sebuah mobil klinik.

Dengan bantuan teman-teman, kerabat dan relawan, pada tahun 2004 mereka membentuk Foundation for Africa Medicine and Education  dan mengumpulkan cukup uang untuk membangun apa yang akan menjadi rumah sakit pertama di Karatu, sebuah kota dengan  180.000 penduduk. Sekarang masih dalam proses pembangunan, yang juga akan dilengkapi dengan sumur air tawar pertama dikota tersebut.

Mereka jauh dari Modesto, California, tetapi Artress dan Gustafson tidak menunjukkan tanda-tanda akan kembali. "Kebutuhan medis di sini sangat luar biasa," Artress mengatakan kepada The Chronicle.

 Ketika menterjemahkan artikel tersebut, ada yang menggelitik dalam benak saya: "kapan saya akan mulai bekerja bukan karena uang, tapi demi Allah semata sesuai dengan panggilan jiwa?"

No comments:

Post a Comment