Tuesday, November 29, 2011

Yoga Fendi Prayitno: bisa kuliah meskipun miskin


Kemiskinan bukanlah untuk ditangisi, kekayaan bukanlah untuk disombongkan. Setiap orang memiliki masalah berbeda dalam hal ini. Ada orang terlahir “kaya”, sehingga ia menggantungkan kekayaan orangtua dan bermalas-malasan. Ada pula orang yang terlahir “miskin”, akan tetapi justru terdorong bangkit untuk bekerja keras. Ya, hidup memang pilihan. Kepemilikan harta tidak ada yang abadi karena kehidupan laksana putaran roda.
Berikut ini adalah sepenggal kisah nyata dari Yoga, mahasiswa Manajemen Universitas Paramadina Jakarta. Terlahir dari keluarga yang ekonominya pas-pasan, tidak lantas membuatnya menangis dan menyerah. Ia berprestasi dalam sekolah, ia merangkai bisnis sejak kuliah. Ia bertekad untuk mandiri. Ia fokus pada masalah dan bekerja habis-habisan. Baginya, kesuksesan membutuhkan totalitas, bukan setengah-setengah. Ini terbukti, walaupun tidak ada dana di kantong, ia mampu mengembangkan bisnis. Bagaimana sepak terjangnya? Berikut adalah petikan wawancara penulis dengannya.
Siapa nama lengkap Anda?
Yoga Fendi Prayitno

Kapan dan dimana Anda dilahirkan?
Bojonegoro Jawa Timur, 16 juni 1990.

Pengalaman masa SD?
Sebagaimana anak-anak pada umumnya, saya bermain dan sekolah. Namun, keadaan ekonomi orang tua yang pas-pasan mendorong untuk membantunya. Setiap hari, setelah pulang sekolah, saya membantu menjaga toko kelontong kecil-kecilan milik orang tua. Pengalaman ini membentuk karakter untuk menjadi pribadi yang sabar, tekun, kerja keras, disiplin, mandiri dan berjiwa bisnis. Di tengah kesibukan membantu orangtua, saya masih mampu meraih Juara I Puisi se-Kabupaten Sidoarjo.

Pengalaman masa SMP?
Pada masa ini bapak merantu ke luar pulau,  sehingga mendorong diri saya untuk semakin mandiri. Di masa ini saya mulai merasakan sendiri betapa susahnya mencari sesuap nasi. Ini dibuktikan dengan bekerja sampingan. Pekerjaan yang mendatangkan rezeki pada masa ini adalah menjadi vokalis kelompok Hadrah/Terban yang seringkali diundang tampil dalam berbagai acara dan memenangkan perlombaan. Berkat music, saya pernah mendapatkan penghargaan sebagai “best vocalist” tingkat kecamatan dan peringkat di kelas tetap masuk dalam 10 besar terbaik.  

Pengalaman masa SMA?
Saya semakin sadar terhadap arti kemandirian. Karena bapak hanya menjadi tenaga kerja serabutan yang penghasilannya tak menentu, saya mendapatkan “orangtua asuh” yang membiayai uang sekolah dan menyediakan tempat tinggal dan makan. Menjadi “anak angkat” tidaklah mudah, saya memiliki tanggungjawab lebih besar untuk ikut membantu keluarga tersebut. Kebetulan orangtua asuh saya pada waktu itu adalah orangtua salah satu anggota grup band. Di tengah kesibukan sekolah dan kerja sampingan, saya masih mendapatkan prestasi yang diantaranya sebagai berikut:
  • Pembina Himpunan Siswa Kreatif matematika (2006)
  • Ketua Tim Olimpiade Fisika (2007)
  • Pelatih Bulu Tangkis Taruna Putra (2007)
  • Pembina Sains Club (2006)
  • Juara Terfavorit Festival Band SMA (2006) 
Pengalaman Kuliah?
Ketika saya masih duduk di bangku kelas II SMA, tidak pernah ada benak untuk melanjutkan kuliah, saya ingin langsung kerja setelah lulus SMA. Ketika itu saya berpikiran bahwa mencari sesuap nasi saja sudah susah, orangtua tidak memiliki biaya, sehingga cita-cita kuliah tak pernah terbesit di benak. Namun, dukungan dan motivasi guru sangat berpengaruh terhadap diri saya sehingga mendorong saya untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi di Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Indonesia. Kedua ujian masuk di dua perguruan tinggi tersebut dinyataan lolos. Saya juga mendapatkan beasiswa Chevening di Inggris. Namun, setelah berunding dengan orangtua, saya tidak diizinkan untuk kuliah di Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Indonesia karena ketiadaan dana. Walaupun saya mendapatkan beasiswa penuh Chevening, orangtua saya melarang untuk mengambilnya karena dinilai kurang tepat dan akan menimbulkan banyak masalah di kemudian hari. Akhirnya saya  mendapatkan beasiswa penuh di Universitas Paramadina dalam programParamadina Fellowship pada jurusan Manajemen, Alhamdulilah orangtua merestuinya.

Pengalaman bekerja sampingan di perkuliahan?
Sampai sekarang saya masih dipercaya sebagai pengajar privat mata pelajaran Matematika/Fisika/Kimia untuk siswa SMA. Saya juga pernah menjadi tenaga kerja lepas (freelance) di perusahaan properti dan praktik kerja magang.
Saya mendirikan bisnis kecil-kecilan yaitu warung internet (warnet). Dengan merk 1818net, saya mengontrol bisnis tersebut dari Jakarta. Warnet tersebut memang berdiri di Sidoarjo Jawa Timur, adapun pekerjanya adalah teman saya sendiri. Mendirikan bisnis tidaklah mudah. Apalagi tidak ada modal seperti yang saya alami. Berkat pinjaman lunak dari bank dan dukungan doa dari orangtua, bisnis warnet tersebut berkembang sampai sekarang. Ketika ingat bisnis, saya selalu ingat kuliah (jurusan Manajemen) dan juga ingat pesan orangtua ketika saya lulus SMA: “kalau kau ingin kuliah, usahalah sendiri”. Dengan bisnis warnet ini, saya membuktikan bahwa ketiadaan dana bukan menjadi penghalang untuk maju. Apalagi sekarang ini banyak perusahaan, individu maupun lembaga pemerintaan memiliki program pengembangan bisnis, termasuk pinjaman lunak. Sehingga sayang untuk disia-siakan.

Apa pesan Anda untuk calon mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi?
Rajin-rajinlah mencari informasi beasiswa karena dewasa ini semakin mudah dengan hadirnya teknologi internet. “Jika ada masalah, fokuslah pada masalah, pikirkan solusi dan penyebabnya, jangan mudah putus asa, ambil inti masalahnya yang dapat diambil hikmahnya, kalau ingin pencapain harus berusaha maksimal, jangan setengah-setengah”.

Artikel ini ditulis oleh penulis KampusGw.  Agung Setiyo Wibowo pernah menyandang sebagai Siswa Teladan Kab. Nganjuk 2005, Duta Wisata "Bagus" Kab. Magetan 2007, menerima Paramadina Fellowship 2008, Duta Paramadina 2009, dan Young Leader for Indonesia 2010.

Sumber: dikutip dari:  http://kampusgw.com/artikel/mandiri-dan-berjiwa-bisnis#more-839

No comments:

Post a Comment