by wahyu rakhmawiyatie
Rujak! termasuk salah satu makanan khas  Surabaya yg aku suka. Di dekat rumahku, ada penjual rujak yang ueeennaaakk. Dan yang menyedihkan, aku baru-baru ini aja tau.
Rujak ini pelanggannya datang darimana-mana, dari Surabaya, dari Sidoarjo, dll.  Padahal ini penjual berada di Kepuh Permai, Waru. Bahkan menurut penjualnya nih, sampai ada orang Jakarta yang beli rujak dan dibawa naik pesawat. Hah! yg bener aja??
Beberapa kali aku beli di rujak bu Neni ini. Pernah aku harus ngantri selama dua jam hanya untuk membeli satu bungkus rujak (olaaahhh.. ndak sebanding dgn makannya yang hanya memerlukan beberapa meniiiiit).
Setelah beberapa kali aku beli, aku amati..  ada yang sedikit berbeda dari penjual rujak ini.  Apa yang berbeda? Sebenarnya, selain rujak, ibu Neni ini  juga jualan es cincau dan kolak.  Naaah, berdasarkan pengamatanku ( macam detektif aja yu.. :D ) beberapa kali bu Neni ini membebaskan pembelinya untuk membayar es cincau yang diminum.
Sekali, dua kali datang, tiga kali aku datang.. tetap saja kebiasaan ‘membebaskan’ pembeli dari kewajibannya membayar es cincau ini tidak berubah. Maka, pada satu hari, aku wawancarailah beliaunya.. ” Bu.. bu.. saya lihat-lihat kok sering membebaskan pembeli utk membayar es cincaunya ya??” tanyaku hati-hati.. dan apa jawabannya? jawaban yang amat sangat sederhana, tapi membekas dihatiku. “Oalah nak.. nak.. saya ini punyanya cuma ini.. bisanya sedekah ya dari es cincau ini.. dan saya yakin, Allah Ta’ala tidak akan mengurangi rezeki saya”  jawabnya. Ya Rabb… biasanya kalau penjual itu khan itung-itungan untung ruginya.. tapi saya tdk melihat itu pd penjual rujak yang satu ini.
Gumamku, pantesan Allah Ta’ala melariskan warung rujak ini… lah wong sedekahnya ya ndak pernah putus.. meski hanya segelas es cincau.
Tak fotolah ibu Neni ini beserta warungnya.. dan beliaupun tersipu-sipu malu.. “walah naakk,,, wong kayang gini kok di foto..” ujarnya… “Ndak papa bu.. alami” jawabku.. he.. he.
Sukses dan laris terus untuk bu neni dan warung rujaknya