Tuesday, November 22, 2011

Pensiun sejahtera?

Teman teman seangkatan saya sudah mulai pensiun. Pegawai negeri sipil di Indonesia pensiun di usia 56 tahun atau 60 tahun bagi dokter dan 65 tahun bagi profesor.Di WHO usia pensiun saat ini adalah 62 tahun.

Sebenarnya dalam Islam, tidak dikenal adanya pensiun. Orang dituntut untuk tetap bekerja sampai fisiknya tidak lagi mampu untuk bekerja. Yang jelas pensiun tidak dikenal dalam sejarah Islam, bahkan Uswatun Hasanah kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri justru mulai memimpin serangkaian pekerjaan-pekerjaan yang sangat berat – yaitu perang pada usia 55 tahun (Perang Badar, 2 H) – pada usia yang sama dengan usia orang sekarang memasuki dunia pensiun !, beliau-pun wafat 8 tahun kemudian tidak seberapa lama setelah agama ini disempurnakan.

Para penerus beliau dari generasi terbaik juga demikian, Abu Bakar meninggal pada usia 63 tahun ketika beliau ‘masih bekerja’ sebagai khalifah. Umar  bin Khattab masih menjabat sebagai khalifah ketika beliau meninggal pada usia 63 tahun – dibunuh oleh seorang Majusi. Khalifah ketiga Utsman bin Affan, syahid pada usia 70 tahun pada saat menjabat sebagai khalifah. Ali bin Abu Thalib – pun syahid pada usia 63 tahun ketika masih menjabat sebagai khalifah dan dibunuh oleh golongan khawarij /pembangkang.

Dari kalangan yang tidak menjabat-pun ada contohnya yaitu  Abdurahman bin ‘Auf, beliau meninggal pada usia 72 tahun pada saat puncak keberhasilannya berdagang. Oleh karenanya ketika Abdurrahman bin ‘Auf meninggal, beliau meninggalkan warisan yang sangat banyak yang antara lain terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Padahal warisan istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat bagian seperdelapan karena ada anak, lalu seperdelapan ini dibagi 4 karena ada 4 istri). Artinya Dinar yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2,560,000 Dinar atau sekitar Rp 4.8 trilyun untuk kurs uang Rupiah saat tulisan ini dibuat.

Namun karena banyaknya umat yang hidup di jaman ini yang bekerja di perusahaan-perusahaan dan instansi-instansi, maka kita-pun harus menghadapi dan menyikapi ‘masa pensiun’ ini dengan kearifan jaman.  Untuk aspek yang terkait dengan ekonomi saja, beberapa hal yang perlu dilakukan agar kita siap menghadapi pensiun:

1.     Merubah mindset dari pensiun sebagai akhir dari karir menjadi awal dari karya baru yang tidak kalah menantangnya. Perubahan sikap ini sangat penting untuk membangun semangat dan pikiran positif, bahkan tidak jarang bagi yang berhasil merubah mindset tersebut akan ingin mensegerakan memasuki dunia barunya. Bila kita pensiun di usia 56 tahun dan bila kita diberi umur panjang dan sehat sampai umur 70 tahun saja, berarti masih ada sis waktu 14 tahun untuk berkarya.
2.     Tidak terlalu mengandalkan bekal materi seperti dana pensiun, asuransi, tunjangan hari tua dlsb. Bekal materi yang ratusan juta atau bahkan milyaran tidak akan banyak berguna bila Anda berhenti berkarya. Momok inflasi saja sudah akan cukup untuk menghabiskan daya beli dana pensiun dan asuransi Anda.
3.     Bekal berupa life skills untuk kehidupan yang berkelanjutan (sustainable living) setidaknya selama usia pensiun dan syukur-syukur bisa diwariskan ke generasi selanjutnya akan lebih bermanfaat dan memberi Anda gairah hidup sampai akhir hayat.
4.     Karena life skills untuk sustainable living ini yang lebih penting ketimbang bekal materi, maka persiapan untuk membangun skills ini harus lebih menjadi penekanan semasa Anda masih aktif bekerja di perusahaan/intansi – ketimbang menabung dana pensiun atau membayar premi asuransi. Bila Anda rela mengumpulkan ratusan juta atau bahkan milyaran untuk bekal pensiun, mengapa tidak menggunakan sebagiannya untuk mengasah ketrampilan – apapun – yang akan lebih tinggi nilainya dan lebih Anda butuhkan di usia pensiun kelak ?.
5.     Banyak sekali pilihan dari cabang-cabang life skills yang akan menunjangsustainable living Anda seperti berdagang, bertani, berternak, mengajar, menulis dlsb., pilih yang paling sesuai dengan minat Anda – agar Anda bisa menikmati bahkan dalam proses jerih payah mengasahnya.
6.     Bisa jadi sudah banyak nara sumber dari praktisi di bidang-bidang yang Anda minati, yang bisa menjadi mentor Anda. Banyak pula yang bersedia melakukannya secara sukarela - jadi tidak harus mengurangi bekal Anda, cari mereka-mereka ini untuk mau berbagi dengan Anda.
7.     Banyak-banyak membaca, ikut seminar, mengunjungi usaha-usaha sejenis dlsb.  yang intinya adalah untuk memperluas wawasan Anda terhadap life skills(baru) yang sedang Anda bangun. Seandainya toh harus mengeluarkan biaya untuk membeli buku, membayar seminar, biaya perjalanan, biaya untuk mencoba dlsb. insyaAllah actual return-nya akan jauh lebih tinggi ketimbang simpanan Anda yang berupa uang.
8.     Bangun jaringan dengan orang-orang lain yang seminat dengan Anda atau komplementer dengan bidang yang sedang Anda bangun. Dunia ini luas, cukup untuk semua orang – jadi tidak harus bersaing dengan orang lain dalam mencapai tujuan Anda.
9.     Bangun teamwork dengan keluarga, teman-teman dan karyawan-karyawan Anda – merekalah yang akan menjadi tulang punggung karya Anda ketika hari demi hari fisik Anda mau tidak mau akan melemah.
10.   Tularkan keberhasilan (ataupun kegagalan)  Anda agar orang lain dapat mengambil manfaat dari pengalaman Anda, siapa tahu dengan demikian apa-apa yang Anda lakukan bisa bener-bener menjadi sustainable sepanjang masa. Jiwa raga akan  mati, tetapi ide yang didokumentasikan dan diajarkan/ditularkan akan tetap hidup memperpanjang ‘usia’ Anda.

Poin-poin tersebut di atas dielaborasi dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Pesantren Wirausaha Daarul Muttaaqin, Jonggol (www.geraidinar.com)  Pada umumnya pelatihan ini gratis bila diadakan oleh karyawan atau pegawai dalam konteks kegiatan Masjid/Mushola, Kerohanian Islam dan sejenisnya. Pelatihan semacam ini hanya berbayar bila diadakan oleh perusahaan (karena mereka memang biasanya menganggarkannya), atau dalam seminar/workshop yang diselenggarakan secara komersial.

Insya Allah, bila diberi umur panjang saya juga tidak akan pensiun. Saya akan isi sisa hidup saya dengan tetap bekerja yang menghasilkan uang. Tentunya bukan sebagai dokter, karena saya sudah lama tidak pernah lagi pegang pasien, namun saya akan coba berdagang, beternak dan berkebun. Kerja tidak perlu ngoyo, toh rumah sudah ada dan anak anak sudah hidup mandiri (insya Allah). Duit hasil kerja bisa diinvestasikan sebagai bekal hidup di akhirat.


No comments:

Post a Comment