Thursday, October 20, 2011

Laporan Keuangan bulan September 2011

Alhamdulillah, selama bulan September 2011, Klinik Umiyah telah melayani 717 pasien rawat jalan, 37 pasien KB, 16 pasien periksa hamil dan melayani 2 ibu bersalin, serta 45 hari rawat inap (19 pasien). Terlihat bahwa pemanfaatan Klinik Umiyah oleh pasien dhuafa semakin meningkat.

Dari segi keuangan juga terjadi peningkatan yang cukup berarti. Pemasukan totalnya mencapai hampir mencapai Rp 34 juta (sumbangan para dermawan dan termasuk Rp 7,3 juta berasal dari infaq dari sedekah pasien). Meskipun demikian, pengeluaran juga melonjak mencapai Rp 26 juta lebih. Terlihat dari laporan bahwa pengeluaran biaya obat (Rp 6,8 juta) hampir menyamai pendapatan dari infaq (Rp 7,36 juta).

Di Indonesia harga obat memang sangat mahal bila dibandingkan dengan harga obat di negara negara India, Bangladesh ataupun Nepal. Harga obat di Indonesia jauh lebih mahal hingga 10-20 kali lipat (bukan hanya dua kali lebih mahal, tapi 10-20 kali lebih mahal) dari harga obat di India.

Alhamdulillah, Klinik Umiyah juga menerima sumbangan CPU Komputer dari ENT.Com.

Semoga amal ibadah para dermawan mendapat balasan berlipat ganda dari Allah SWT sesuai dengan firman-Nya dalam Surat Al Baqarah ayat 261

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Deepak Saha, membangun desa

Setelah mendapat gelar sarjana dari Delhi University, India dan lulus seleksi menjadi pegawai negeri, masa depan Deepak Saha terlihat cerah. Meskipun demikian, dia tinggalkan semua itu dan kembali ke desanya agar bisa membantu ibunya merealisasikan tujuan hidupnya: menyediakan pendidikan kejuruan/ ketrampilan kerja (vocational education) bagi perempuan desa pendidikan kejuruan agar mereka bisa mempunyai masa depan yang lebih baik. Sejak saat itu lahirlah The Jai-Prabha Mahila Vikash Kendhra Ashram sepuluh tahun yang lalu.

Pulang ke desa bukan sesuatu yang mudah. Deepak Saha sudah terbiasa dengan hidup nyaman di ibu kota negara India. Kini dia harus kembali ke desanya yang tertinggal dan dilanda kerusuhan sosial. Desa asalnya masih belum punya jalan beraspal dan dikelilingi hutan. Penduduknya masih belum banyak yang mengenyam pendidikan.

Deepak Saha harus berjalan beberapa kilometer setiap harinya, bekerja dengan penerangan lampu minyak tanah, menghadapi gigitan serangga, dan memakan makanan sederhana yang dimakan oleh orang orang desa. Lokasi sekolah yang dia dirikan terletak di desa ditengah hutan di kabupaten Banka, negara bagian Bihar, India. Meskipun demikian, Deepak Saha tidak pernah menyesal. Dia telah berjanji kepada ibunya untuk merealisasikan misi hidup ibunya, yati memnyediakan pendidikan bagi perempuan desa.

Meskipun lokasi sekolahnya di desa di tengah hutan, begitu masuk ke komplek sekolah, para tamu akan disambut oleh murid murid perempuan yang rapi mengenakan seragam sekolahnya. Penampilan mereka tak ubahnya dengan penampilan murid dari sekolah yang ada di perkotaan.

Di komplek sekolah, selain tempat tinggal, juga tersedia klinik kesehatan dasar, tempat berolah raga, dan sarana latihan ketrampilan seperti menjahit, membuat gerabah, dan latihan kerajinan tangan lainnya. Deepak Saha ingin agar para gadis desa tersebut bisa mandiri secara keuangan sehingga tidak dimanipulasi oleh orang orang yang berniat jahat.

Desa yang dulu gersang sekarang berubah menjadi asri. Ada kebun mangga, lahan pertanian yang didukung dengan saluran air yang berfungsi dengan baik, sarana air bersih untuk semua orang, dll.

"Saya berasal dari keluarga yang secara ekonomi berkecukupan, sehingga saya tidak perlu terlalu merisaukan masalah makan sehari-hari. Oleh karena itu, saya ingin menjadi wirausahawan sosial" : kata Depak Saha. Kini Deepak Saha mengelola 13 sekolah dasar dan membina kelompok ibu ibu agar bisa membantu keuangan keluarganya.

Pada tahun 2009, Deepak Saha mendapat penghargaan dari CNN-IBN sebagai pahlawan sejati. Hadiah uang yang dia terima dipakainya untuk membangun klinik sehingga menjadi rumah sakit kecil.


Monday, October 3, 2011

Dr Nistha Desai, melawan paedofilia


Dr Nistha Desai

Dunia ini memang sudah tua. Sekarang semakin banyak saja laki laki dewasa yang hanya tertarik secara seksual dengan anak laki laki yang masih kecil. Kelainan ini dikenal sebagai paedophilia. Hingga saat, sebagian besar dari paedophilia adalah orang Barat. Mereka mencari mangsa anak laki laki dari negara berkembang. Oleh karena itu, mereka sering dijumpai di daerah turis seperti Bali, Lombok, Yogya atau Jakarta.

Ketika di Pokhara, Nepal, saya melihat seorang laki laki dewasa berkulit putih yang bekerja sebagai paraglider, mengajak anak laki laki Nepal. Saya takut anak tersebut sudah terjebak sebagai korban paedophilia. Modus kerjanya adalah mereka meberikan iming iming sesuatu kepada anak laki laki. Mereka kemudian akan mengajak anak anak tersebut ke kamar hotelnya. Bila hal ini sampai terjadi, anak alki laki tersebut  akan tumbuh menjadi seorang homoseksual, atau bahkan juga paedophilia.

Di India, Goa merupakan daerah tujuan wisata. Pantainya terkenal keindahannya dan banyak turis yang berkunjung kesana. Sebagai akibat sampingannya, cukup banyak anak menjadi korban paedophilia. Untungnya, mereka mempunyai Dr Nistha Desai yang mendirikan sebuah LSM bernama Children's Right in Goa (CRG). Kegiatan CRG meliputi:


  •  Memberdayakan anak anak  dengan menyadarkan mereka tentang hak haknya dan memberikan mereka informasi sehingga anak anak tersebut bisa melindungi dirinya dari exploitasi sesksual
  • Meningkatkan partispasi anak anak dan menciptakan landasan bersama sehingga anak anak tersebut bisa mengekspresikan diri.
  • Mencegah Goa menjadi daerah tujuan wisata para penderita paedophilia.
  • Mendorong pemerintah dan penyelenggara wisata agar mentaati kode etik turisme yang bersahabat dengan anak anak (the child friendly tourism code).  
  • Memperkuat upaya masyarakat dalam melindungi anak anak dengan menyelenggarakan program pemberdayaan masyarakat.
  • Memberikan dukungan psiko-sosial kepada anak korban paedophilia.
  •  Melakukan kampanye undang undang perlindungan anak untuk mengurangi kerentanan anak dari eksploitasi seksual.  

CRG memberikan penyuluhan, menyebarkan brosur dan juga membawa kasus paedophilia ke pengadilan. Sejak didirikan di tahun 1996, CRG sudah menangani 341 kasus paedophilia. Meskipun CRG sudah berhasil membawa Freddy Peats seorang paedophilia menjalani penjara seumur hidup di India, CRG memperkirakan setidaknya sekitar 10,000 orang paedophilia berkunjung ke Goa setiap tahunnya.

Sunday, October 2, 2011

World Giving Index 2010

Pada tahun 2010, Charities Aid Foundation (CAF) menerbitkan sebuah buku berjudul World Giving Index 2010. CAF telah menganalisa hasil survey yang dialkukan oleh Gallup Poll di 153 negara. Sample di setiap negara sekitar 1000 orang. Untuk negara negara dengan jumlah penduduk sangat besar seperti China, samplenya sebesar 2000 oran, sedangkan untuk negara dengan jumlah penduduk samplenya sekitar 500 orang. Samplenya adalah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan.

Pertanyaan yang diajukan ada 3, yaitu apakah dalam satu bulan terakhir mereka: (a) menyumbang uang kepada organisasi, (b) menyumbangkan waktunya sebagai sukarelawan (volunteer) dan (c) apakah mereka menolong orang tak dikenal yang membutuhkan. Index kedermawanan suatu negara diukur dari hasil rata rata jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut.

Ternyata pola kedermawanan antara satu negara dengan negara lain cukup bervariasi. Insiden pemberian uang paling rendah (4%) adalah dari negara Lithuania dan paling tinggi adalah negara Malta (83%). Sedangkan menyedekahkan waktu sebagai volunteer paling rendah di Vambodia (2%) dan paling tinggi di Turkmenistan (61%). Penduduk Liberia yang memberikan sedekah kepada organisasi hanya 8% saja, namun 76% penduduk Liberia membantu orang yang memerlukan bantuan. Liberia menempati angka tertinggi negara yang banyak membantu sedekah kepada perorangan.

Secara keseluruhan, dalam sebulan terakhir, sekitar 30% penduduk dewasa dunia menyumbangkan dananya kepada organisasi sosial, 20% penduduk dewasa menyumbangkan waktunya dengan bekerja sebagai sukarelawan dan 45% penduduk dewasa membantu orang lain yang membutuhkan bantuan. Secara keseluruhan, Selandia Baru (New Zealand) dan Australia merupakan negara yang paling dermawan dengan score 57%.

Dari 153 negara, Indonesia dengan score 36% menempati index ke 50, setingkat dengan Filipina, Bahrain, Colombia, Uni Arab Emirate, Belgia, Cyprus, dan Tajikistan. Sekitar 45% penduduk Indonesia menyumbangkan uang dalam satu bulan terakhir kepada suatu organisasi sosial, 27% menyumbankan waktunya dengan kerja sosial dan 35% penduduk dewasanya membantu orang lain yang membutuhkan.

Seperti sudah banyak diketahui, ada korelasi juga antara usia dengan sedekah dalam bentuak uang. Penduduk yang berusia diatas 50 tahun lebih banyak menyumbang uang (karena mereka mempunyai sisa penghasilan yang lebih besar)  dibandingkan dengan anak anak muda. Penduduk dengan umur antara 35-49 tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak menyumbangkan waktunya untuk kegiatan sosial.

Saya ingin menekankan disini, ternyata dari penelitian tersebut, juga terlihat bahwa ada korelasi yang cukup kuat antara kedermawanan suatu negara dengan kebahagiaan (happiness) penduduknya. Begitu pula ada korelasi cukup kuat antara kedermawanan dengan kepuasan (satisfaction). Korelasi tersebut lebih kuat dibandingkan anatra korelasi kedermawanan dengan kekayaan penduduk suatu negara.

Selamat bersedekah

Saturday, October 1, 2011

K. Sujatha, pendiri Venkatesh Muscular Dystrophy Foundation

K Sujatha
Dalam kebudayaan Hindu (seperti di India dan Nepal), anak laki laki yang akan merawat orang tuanya ketika mereka telah tua dan tidak produktif lagi. Orang tua tidak berhak campur tangan urusan anak perempuannya yang telah berkeluarga. Oleh karena itu, anak laki laki mempunyai kedudukan khusus dalam klutur Hindu. Orang tua yang tidak punya anak laki laki bisa repot di hari tuanya karena tidak akan ada yang merawatnya.

K. Sujatha sangat terpukul ketika satu-satunya anak lelakinya terkena muscular dystrophy. Akibat penyakitnya tersebut, otot anaknya semakin hari semakin melemah sehingga harus memakai kursi roda dan akhirnya akan meninggal.

Tragedi tersebut tidak membuat K. Sujatha terjebak dalam kesedihan dan mengurung diri. Sejak ditinggal mati anaknya 6 tahun lalu, dia mendirikan Venkatesh Muscular Dystrophy Foundation untuk menolong anak anak lain penderita muscular dystrophy. Anak K. Sujatha didiagnosa muscular dystrophy ketika berusia 5 tahun. Sejak saat itu K. Sujatha membaca dan mencari informasi tentang muscular dystrophy. Pengetahuan yang dia dapat dipakainya untuk membantu anak anak lain penderita muscular dystrophy.

K Sujatha pergi ke desa desa untuk mencari penderita muscular dystrophy dan melatih keluarga penderita tentang cara menangani anak penderita muscular dystrophy. Dia juga mengusahakan bantuan keuangan agar mereka bisa mendapatkan kursi roda. Meskipun para penderita muscular dystrophy tetap tidak bisa jalan, tetapi dengan adanya kursi roda membantu mereka dalam bergerak dan memungkinkan mereka bepergian keluar rumah.

Pada tahun 2009, K Sujatha mendapat penghargaan sebagai real heroes. Hadiah uang yang diterimanya dipakainya untuk membantu lebih banyak lagi anak anak penderita muscular dystrophy.