Monday, November 22, 2010

Mengembalikan (giving back) ke masyarakat

Saya yakin pembaca tulisan ini secara keuangan berada diatas rata rata orang Indonesia. Setidaknya anda punya akses ke internet yang tidak dipunyai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.  Untuk itu, kini saatnya bagi kita untuk mengembalikan sebagian rezeki yang kita terima. Kita kembalikan  kepada masyarakat (giving back)  sebagai salah satu bentuk rasa syukur atas rezeki yang telah Allah berikan kepada kita. Mengapa kita perlu melakukan hal tersebut?
Tentunya ada beberapa alasannya, selain karena alasan spiritual yang telah saya sebutkan diatas. Pertama, rezeki ibarat darah yang harus selalu mengalir. Darah yang berhenti mengalir akan menimbulkan penyakit. Uang juga harus terus berputar. Dengan mengembalikan sebagian rezeki yang kita terima kepada masyarakat kita akan dapat terhindar dari berbagai penyakit sosial. Misalnya penyakit kikir, gila harta, atau setidaknya menjadi budak harta. Mungkin  kita pernah dengar cerita tentang seorang bapak yang marah marah sepanjang hari (secara berlebihan) kepada anaknya karena motor atau mobilnyanya tergores,  ibu yang menyetrika pembantunya karena pembantu tersebut merusak bajunya yang baru sekali dipakainya, dan lain lain cerita sejenis itu.
Kedua, sedekah juga bisa membantu menyembuhkan penyakit badan. Bila ingin contoh, silahkan kunjungi blog pak Agus Syafii. Disana bisa kita baca pengalaman orang yang sembuh dari penyakit karena sedekah. Banyak permasalahan yang kelihatannya rumit dan kompleks, akhirnya terpecahkan karena berkat sedekah dan bantuan doa anak anak dari keluarga miskin.
Ketiga. Selain menghindarkan kita dari hal hal negatif, membagikan sebagian rezeki yang kita punyai kepada masyarakat juga mempunyai dampak positif terhadap kita sebagai si pemberi sedekah. Setidaknya ada sepuluh dampak positifnya, seperti membuat hidup kita lebih berarti, membuat kita lebih gembira dan terhindar dari depresi, serta bersikap optimis. Selain itu, apa yang kita kembalikan ke masyarakat juga dapat membuat perubahan yang nyata di masyarakat. Utamanya, bila kita lakukan hal tersebut secara terorganisir dan sistematis. Banyak sekali contohnya. Sebagian saya tulis di blog ini. Silahkan baca di arsip blog ini.
Nah kalau kita tergerak untuk berbagi kepada sesama, langkah apa yang perlu kita lakukan? Banyak orang tidak tahu langkah langkah apa yang harus dilaluinya agar dirinya bisa berkontribusi secara bermakna kepada masyarakat sekitarnya. Kebetulan saya menemukan sebuah artikel di internet yang membahas hal tersebut. Saya coba terjemahkan secara bebas. Ilustrasinya, saya ambil dari berbagai sumber lainnya.
1. Kenali bidang apa yang membuat anda tergerak untuk terjun kedalamnya. Coba perhatikan masyarakat disekitar anda. Apakah banyak anak yang tidak bisa ke sekolah ?,Apakah banyak anak sekolah yang pingin bisa bahasa Inggris tapi tidak kuat kalau harus bayar kursus bahasa Inggris? Apakah anak anak di kampung sebelah banyak yang kurus kering karena kurang gizi? Evans Wadongo tergerak membuat lentera tenaga surya karena banyak keluarga di desanya tidak kuat bayar listrik, Susan Burton membantu wanita bekas narapidana karena masalah narkotika, ibu Dian Syarif yang terserang penyakit lupus bangkit untuk membantu sesama penderita Lupus, Pak Wayan Nika membikin panti asuhan 8 tingkat yang dapat menampung 300 anak, dan ratusan atau bahkan ribuan kisah lainnya yang bisa anda baca di internet. Beberapa diantaranya saya tulis di blog ini.
2. Bayangkan bahwa anda punya uang, waktu dan tenaga untuk mengatasi hal tersebut. Coba diskusikan dengan teman teman, apa yang harus dilakukan bila kita ingin mengatasi hal yang menjadi keprihatinan kita tersebut. Sebaiknya kita mulai dengan masalah kongkrit yang dihadapi masyarakat di sekitar kita. Dalam diskusi tersebut, untuk sementara masalah ketiadaan uang kita kesampingkan terlebih dahulu. Sebagai ilustrasi, saya akan berbagi cerita tentang keprihatinan saya akan lemahnya penguasaan bahasa Inggris. Saya perhatikan sangat sedikit orang Indonesia yang bekerja di organisasi internasional. Salah satu penyebabnya karena mereka kalah bersaing karena tidak fasih berbahasa Inggris. Di Indonesia belajar bahasa Inggris memerlukan biaya yang tidak sedikit. Hanya orang mampu yang kuat membiayai anaknya kursus bahasa Inggris. Selain itu, ikut kursus saja tidak cukup. Perlu ada kesempatan untuk secara teratur mempraktekkan bahasa Inggrisnya. Agar bisa membaca buku bahasa Inggris dengan lancar, seorang anak perlu membaca artikel bahasa Inggris setidaknya 60 halaman per minggunya. Di banyak negara, termasuk Nepal, banyak sekolah yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah. Dengan demikian, meskipun masih sekolah dasar, bahasa Inggris mereka sudah jago. Agar anak bisa lancar berbahasa Inggris, anak harus punya kesempatan untuk baca artikel berbahasa Inggris minimal 60 halaman per minggu, punya kesempatan mendengar, menulis dan berbicara dalam bahasa Inngris (maaf, saya tidak tahu berapa minimalnya, namun bisa kita cari jawabannya di internet). Lebih baik lagi bila ada yang bisa membimbing anak belajar bahasa Inggris. Di era internet seperti sekarang ini, belajar bahasa Inggris jauh lebih mudah dan bisa juga dibuat murah atau bahkan gratis. di internet kita bisa buka website yang memberikan pelajaran bahasa Inggris secara bebas biaya, alias gratis. Cukup dengan buku buku dan komputer yang tersambung ke internet, kita sudah bisa memberikan fasilitas bagi anak untuk belajar bahasa Inggris. Bila kita bisa menarik cukup banyak anak untuk datang, maka terbuka pula kesempatan berbicara bahasa Inggris diantar mereka. Cukup ditambah dengan seorang fasilitator, niat untuk membantu anak dari keluarga kelas bawah yang berniat belajar bahasa Inggris sudah bisa terlaksana.
3. Identifikasi apa yang bisa anda lakukan saat ini untuk membuat hal tersebut jadi kenyataan. Tulis serinci mungkin hal hal apa yang bisa dilakukan untuk merealisasikan ide anda tersebut. Untuk merealisasikan niatnya membantu ibu-ibu dan anak-anak perempuan di negara berkembang, Marsha Wallace mengundang teman temannya makan siang bersama. Dari pertemuan tersebut terkumpul dana sejumlah Rp 7,5 juta. Lahirlah setelah itu sebuah lembaga swadaya masyarakat bernama Dine for Women yang mempunyai misi membantu ibu dan anak perempuan dari negara negara berkembang. Ibu ibu menyumbang sekali sebulan sebesar biaya mereka sekali makan di restaurant. Karena banyaknya ibu ibu yang menyumbang, Dine For Women bisa melakukan banyak kegiatan membantu ibu dan anak gadis dari negara berkembang.
Untuk merealisasikan ide membantu anak Indonesia belajar bahasa Inggris, saya melakukan hal hal sebagai berikut.  100-an buah buku cerita dalam bahasa Inggris kepunyaan anak anak saya masukkan kedalam kardus dan saya kirim ke Purworejo (kampung halaman saya) karena saya ingin anak Purworejo bisa menguasai bahasa Inggris dengan baik. Di Purworejo, ketika cuti tahunan, saya dikenalkan oleh adik saya dengan bapak Suroto S Toto yang sudah lama membikin rumah baca di rumahnya dan beliau bersedia membantu merealisasikan mimpi saya tersebut. Adik saya mengambil tabungannya untuk beli komputer rakitan, lengkap dengan koneksi ke internet. Ibu saya tidak keberatan ruang depan dan teras rumahnya dipakai untuk rumah baca. Bapak Suroto S Toto bersedia mencarikan mahasiswa atau anak sekolah yang bisa berbahasa Inggris dan bersedia membantu mengelola rumah baca tersebut. Rak buku dan meja baca akan segera dibuat. Insya Allah dalam waktu tidak terlalu lama, akan tersedia sarana buat anak Purworejo yang berminat untuk belajar bahasa Inggris secara gratis. Kedepannya, tinggal menambah buku koleksi rumah baca, menambah komputer, meningkatkan koneksi internet menjadi broadband dan memasang fasilitas wi-fi.
4. Kembangkan sedikit demi sedikit secara konsisten. Teman teman di RSJ Magelang telah berkiprah dalam penanganan korban Merapi. Saya kira akan sangat bagus bila aktivitas tersebut  bisa terus berkelanjutan. Tim yang sudah ada dan berpengalaman perlu terus dihidupkan dan dikembangkan sehingga bisa diterjunkan kemana saja bila suatu bencana terjadi. Bisa juga ditransformasi dalam bentuk kerja sosial lainnya sesuai kebutuhan masyarakat. Dine For Woman sekarang telah mempunyai sekitar 130 cabang. John Wood melalui Room To Read telah membangun ribuan sekolah, menyumbang jutaan buku untuk perpustakaan dan ribuan bea siswa untuk anak perempuan.
5. Sumber dana. Saya kira ini masalah utama yang sering membuat banyak orang mengurungkan niatnya untuk berbagi kepada masyarakat. Pertama, sesuai niatnya, kita memang ingin dan akan berbagi sebagian rezeki yang kita terima dari Allah SWT kepada masyarakat di sekitar kita. Dengan kata lain, kita memang harus mengeluarkan uang, tenaga dan pikiran agar ide kita bisa terlaksana. Setelah kita berkurban dan melangkah cukup jauh, biasanya orang orang yang mempunyai visi yang sama akan datang bergabung. Panti Asuhan Amanah di Perumahan Reni Jaya, Pamulang, Tangerang Selatan, dimulai dengan modal uang kas Rp 5 juta. Hingga kini Panti Asuhan tersebut masih tetap berjalan karena sumbangan dari para dermawan. Pesantren Millinium dimulai dari rumah sederhana. Setelah ustadznya berkurban dengan uang pribadi cukup banyak, serta doa bayi dan anak terlantar yang ditampung pesantren, sumbangan mengalir hingga pesantren bisa membangun bangunan yang layak. RS Mata Aravind yang mampu memberi pelayanan gratis (termasuk operasi mata gratis), bermula dari rumah sewaan. Kata teman saya, kalau niatnya sedekah, logika Tuhan yang berlaku. Jadi jangan takut. Mulai saja melangkah. Bila belum ada dukungan dari orang lain, itu mungkin karena Allah melihat bahwa anda belum cukup jauh berjalan dan pengorbanan anda belum maksimal (dibandingkan dengan rezeki yang telah Allah berikan kepada anda). 

No comments:

Post a Comment