Thursday, March 3, 2011

Penganggaran keluarga 50/30/20, sederhanan tapi malah bisa jalan

Salah satu keuntungan punya istri yang tahu soal akuntansi adalah dia tahu cara mengelola uang. Waktu masih di Indonesia, istri saya yang mengelola uang. Alhamdulillah, dia bisa mengelola dengan baik sehingga keuangan keluarga saya bisa tetap sehat. Saya tidak pernah terjebak dalam utang, selalu aman secara finansial karena tersedia cadangan untuk menghadapi hal hal tak terduga.

Salah satu kunci penting majaemen keuangan keluarga adalah penganggaran. Dengan membuat penganggaran, pengeluaran bulanan bisa terkendali.

Banyak metode penganggaran keuangan keluarga. Dari yang canggih, dengan memakai software dan njlimet, hingga ke model sederhana. Model sederhana lebih sering bisa jalan.

Salah satu metode penganggaran sederhana disarankan oleh prof. Elizabeth Warren dari Harvard University yang sekarang menjadi penasehat Obama dan anak perempuannya Amelia Warren Tyagi dalam bukunya All Your Worth: The Ultimate Life Time Money Plan.

Bagaimana membuat penganggaran keuangan keluarga sederhana? Prinsipnya sangat mudah dan sederhana. Namun tetap memerlukan kedisiplinan agar bisa jalan.
  1. Pastikan bahwa anda hanya memakai 50% pemasukan keluarga untuk kebutuhan hidup anda seperti: makan, pakaian, sekolah, transportasi ke kantor dan sejenisnya. Bila anda harus membeli baju dan tidak cukup bila hanya mengandalkan dana 50% tersebut, maka tunda pembelian baju tersebut hingga anda punya cukup dana untuk beli baju.
  2. Gunakan 30% dari pemasukan/gaji untuk membiayai keinginan anda, seperti langganan TV kabel, makan di luar, rekreasi dan keinginan anda lainnya.
  3. Gunakan 20% untuk membayar hutang atau menabung (bila anda sudah tidak punya hutang).
Istri saya memakai metode sederhana juga, cuman agak berbeda. Setiap saya serahkan amplop (gaji, sisa perjalanan dinas, THR), maka istri saya langsung memotong 5% untuk zakat dan sedekah, dan 10% untuk tabungan keluarga, dan 10% untuk biaya sekolah anak (persiapan kuliah). Sisanya, kita pakai untuk kebutuhan sehari-hari. Bila diakhir bulan masih ada sedikit uang tersisa, maka sisa tersebut masuk ke tabungan. Kebetulan, saya tidak punya hutang.

Pengalaman saya, dengan cara sederhana tersebut, keuangan keleurga menjadi terkendali. Cuman ternyata, jumlah tabungan untuk biaya persiapan kuliah anak tidak bisa mengejar kenaikan biaya pendidikan. Waktu itu, kita bisa menabung untuk biaya sekolah/kluiah  anak hingga mencapai sekitar Rp 50 juta, padahal biaya sumbangan uang gedung saja sudah melebihi Rp 50 juta. Saya sudah menabung untuk biaya kuliah anak sejak anak saya masih di bangku sekolah dasar. Saya kira, kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan tinggi yang tidak benar, bukan cara saya menabung.. Atau penghasilan saya sebagai pegawai negeri sipil yang terlalu rendah.

No comments:

Post a Comment