Monday, October 18, 2010

Orang orang biasa yang luar biasa (1)

Pondok Metal
Narayanan Krishnan, sekarang 29 tahun, setiap hari memberi makan kepada sekitar 400 orang miskin di Madurai, India.  Hingga saat ini sudah sekitar 1,2 juta piring makanan (sarapan pagi, makan siang dan malam) dia berikan  kepada para gelandangan, sebagian diantaranya adalah penderita gangguan jiwa yang sudah tidak bisa mengurus dirinya sendiri, serta orang tua yang dibuang keluarganya. Selain membawa makanan, dia juga membawa cermin, gunting rambut dan sisir untuk mencukur rambut dan berewok mereka.Rambut dan berewok yang rapi akan  meningkatkan rasa percaya diri orang orang yang dilayaninya.
Dahulunya, Narayanan adalah seorang chef bermasa depan cerah karena sudah diterima bekerja di jaringan hotel bintang lima di Swis. Sebelum berangkat ke Eropa pada tahun 2002, dia mengunjungi kampung halamannya. Disana dia melihat ada seorang tua yang terkena gangguan jiwa yang memakan kotorannya sendiri. Karena tingginya angka kemiskinan di India, banyak penderita gangguan jiwa yang hidup menggelandang. Pemandangan tersebut telah merubah jalan hidupnya. Dia tinggalkan kehidupan normalnya sebagai chef dan hidup menuruti panggilan jiwanya. Narayanan kemudian mengambil uang tabungannya, sekitar US$ 2500, untuk mendirikan Akshaya Trust, dan mulai memberikan makan gratis kepada para gelandangan.Hingga kini, setiap hari sejak jam 4 pagi, Narayan beserta timnya berangkat dengan mobil sumbangan membagikan makanan kepada para gelandangan yang tinggal dibawah jembatan, di emper bangunan dan di sekitar candi
Biaya operasional pemberian makan tersebut mencapai sekitar Rp 3 juta per hari. Padahal sumbangan yang rutin mereka terima terima hanya cukup untuk 22 hari. kekurangannya ia tutup dari hasil kontrakan rumahnya yang dia dapatkan dari kakeknya. Kini Narayanan tinggal di dapur Yayasan Akshaya yang sederhana bersama dengan beberapa orang karyawan lainnya. Narayanan tidak menerima gaji, dia hanya hidup dari tangan kemulut. kehidupannya ditanggung oleh kedua orang tuanya. 
Di India ada Narayanan Krishnan, di Pasuruan, Jawa Timur ada KH Abu Bakar Kholil, pengasuh Pondok Metal dari Desa Rejoso Lor, Pasuruan, Jawa Timur dan di Sidoarjo ada Ustadz Muhammad Choirul Dholeh Effendi pengasuh Pondok Pesantren Millinium. Pondok Metal memiliki santri atau santriwati yang  rata-rata mengidap penyakit sosial dan psikologi kelas berat.Pondok Metal berdiri sejak 1999 di atas lahan sekitar 9,5 hektare. Awalnya pendirian pondok ini mengkhususkan diri pada santri atau santriwati yang terjerat kasus narkoba. Namun, dalam perkembangannya, banyak juga wanita hamil pranikah, korban fitnah santet, dan orang-orang gila yang ditampung di pondok ini.
Pada tahun 2005 jumlah orang dengan gangguan jiwa yang ditampung di Pondok Metal ada sekitar 340 orang. Setiap hari juru masak pondok harus menanak nasi sekitar 90 kilogram sampai satu kuintal. Nasi sebanyak itu untuk memenuhi kebutuhan makan sekitar 340 santri gangguan jiwa, santri narkoba, santri pranikah, dan santri korban fitnah santet. Untuk jumlah santri narkoba mencapai sekitar 1.000 orang sejak pondok berdiri 1999 sampai awal tahun ini. Sedangkan santri wanita hamil pranikah dan melahirkan di pondok sebanyak 79 orang. 
Anak asuh pesantren Millnium
Ustadz Muhammad Khoirul Sholeh Efendie, adalah pengasuh Pondok Pesantren Millinium Roudlotul Faizin di Jalan Raya Tenggulunan, RT 08/RW 06, Kecamatan Candi, Sidoarjo.Di pesantren seluas 79 x 20 meter ini Khoirul mengasuh sekitar 150 anak yatim dan papa. Pesantren tersebut juga mengasuh bayi bayi yang dibuang oleh orang tuanya. 
Narayanan Krishnan, Ustadz Muhammad Choirul Shaoleh Effendie dan KH Abdullah Kholil adalah contoh dari orang orang biasa yang luar biasa. Orang orang biasa dalam arti bukan pejabat, pengusaha besar, atau oarng yang mendapat dukungan fasilitas pemerintah. Mereka dengan segala keterbatasannya telah mampu menghasilkan sesuatu yang nyata nyata bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Di dunia dimana keberhasilan diukur dari banyaknya materi, mereka telah berani memilih jalannya sendiri. Mereka berani memilih kriteria sukses yang bersifat non-materiil. Saya kira banyak juga manusia Indonesia seperti KH Abdullah Kholil dan ustadz Muhammad Choirul Sholeh Effendie yang berada disekitar kita yang tidak terekspose oleh media massa. Mari kita belajar dari mereka. Kita kurangi selebritis dari idola kita dan memperluas idola kita dengan mereka mereka yang berani mengambil jalur yang berbeda, jalur yang sulit dan mendaki. Jalur yang jarang dilewati.
Bila kita belum bisa mengikuti mereka, adakah sesuatu yang bisa kita lakukan untuk mendukung mereka? 

No comments:

Post a Comment