Monday, December 12, 2011

Mangkok kayu

Seorang laki laki tua hidup bersama seorang anaknya laki laki yang sudah menikah dan seorang cucu laki laki yang masih berumur 4 tahun.

Kondisi tubuh Pak Tua tersebut sudah mulai sakit-sakitan. Tangannya gemetaran, pandangannya  kabur dan jalannya tertatih-tatih.

Keluarga tersebut selalu makan malam bersama di meja makan. Tangan Pak Tua yang gemetaran, pandangannya yang kabur membuat makan malam bukan lagi menjadi kegiatan yang mudah. Ketrampilan tangannya sudah sangat menurun. Sering kali Pak Tua menumpahkan nasi dan sayuran dari sendoknya ke meja makan atau ke lantai. Beberapa kali Pak Tua juga menyenggol gelas sehingga minumannya tumpah membasahi taplak meja. Kuah sayuran juga sering tumpah mengotori meja makan. Pak Tua  sudah beberapa kali memecahkan piring kaca.

Keadaan tersebut membuat anak dan menantunya terganggu. Mereka tidak senang melihat meja makan menjadi kotor dan berantakan. Taplak meja yang baru dicuci harus dicuci lagi karena terkena tumpahan kuah. Piring dan gelas kaca tinggal separuh jumlahnya.

"Kita tidak bisa membiarkan keadaan terus begini. Kita harus melakukan sesuatu" : kata anak Pak Tua kepada istrinya. "Saya sudah bosan melihat taplak meja yang selalu ketumpahan kuah dan kopi" lanjutnya.

Sejak saat itu, setiap saat makan malam tiba, Pak Tua didudukkan dimeja kecil di pojok ruangan. Pak Tua tidak lagi makan di meja makan bersama keluarga. Pak Tua juga tidak lagi memakai piring kaca, tetapi kini berganti dengan mangkok kayu.

Pak Tua sering makan dengan meneteskan air mata. Meskipun demikian, masih saja dia mendengar omelan dan keluhan dari anak dan menantunya karena sayuran atau minuman yang tumpah. Cucunya yang masih kecil hanya diam membisu melihat semua kejadian tersebut. Cucu laki laki tersebut tidak pernah memberi komentar.

Pada suatu malam sebelum makan malam dihidangkan. Cucu laki laki tersebut bermain main dengan mainan dari kayu.  Ayah dan ibunya memperhatikan ketika anaknya yang sangat disayanginya terlihat asyik bermain.

" Kamu sedang main apa nak?: tanya bapak kepada anaknya dengan lemah lembut. "Saya sedang membuat mangkok kayu" jawab anak tersebut kepada bapaknya. " Mangkok kayu ini untuk bapak dan ibu kalau aku sudah besar nanti": lanjut si anak sambil  melanjutkan bermain kembali.

Kata kata yang keluar dari mulut anaknya sangat mengejutkan bapak dan ibunya. Mereka terhenyak dan tidak bisa berkata-kata. Namun mereka sadar. Mereka telah membuat kesalahan besar.

Sejak kejadian itu. Mereka selalu makan malam bersama dalam satu meja makan lagi. Anak laki laki dan menantunya tidak lagi merasa terganggu dengan kuah yang tumpah atau gelas yang pecah.

Seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?” Nabi Saw menjawab, “ibumu…ibumu…ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu.” (Mutafaq’alaih).
Warisan bagi Allah ‘Azza wajalla dari hambaNya yang beriman ialah puteranya yang beribadah kepada Allah sesudahnya. (HR. Ath-Thahawi).
Ibu mertua kedudukannya sebagai ibu. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Dari Abdullah Ibnu Amar al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.” Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Seseorang datang menghadap Rasulullah saw. dan bertanya: Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik? Rasulullah saw. menjawab: Ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab lagi: Kemudian ayahmu. (Shahih Muslim No.4621)
Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata: Seseorang datang menghadap Nabi saw. memohon izin untuk ikut berperang. Nabi saw. bertanya: Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Orang itu menjawab: Ya. Nabi saw. bersabda: Maka kepada keduanyalah kamu berperang (dengan berbakti kepada mereka). (Shahih Muslim No.4623)
Tiga macam do’a dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa kedua orang tua, dan do’a seorang musafir (yang berpergian untuk maksud dan tujuan baik). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Setelah membaca hadis tersebut, apakah kita masih tega melihat orang tua naik kendaraan umum, padahal kita sendiri punya dua buah mobil. Apakah kita masih berani membeli motor padahal orang tua kita kesusuahan membayar biaya sekolah adik adik kita?

Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment