Monday, January 2, 2012

Kisah indah tentang Abu Ghayith Al-Makki

Pada masa lalu, ada suatu masa ketika  kehidupan penduduk Mekah sedang serba sulit. Panen ketika itu tidak berhasil sehingga banyak penduduk Mekah yang kesulitan dan hidup dalam kemiskinan.

Pada musim haji di tahun tersebut Ibn Jarir at Tahari juga sedang ada di Mekah. Dia mendengar seorang laki laki dari Khurasaan berseru: "Wahai jamaah haji dan penduduk Mekah, baik yang sedang ada disini maupun yang ada di kejauhan. Ketahuilah bahwa aku telah kehilangan sebuah kantong berisi 1000 dinar (setara dengan Rp 2,17 milyar nilai sekarang). Bagi siapa saja yang mengembalikan uang tersebut, di hari pembalasan nanti Allah akan memberi balasan yang banyak  dari kekayaan-Nya dan akan dijauhkan dari api neraka".

Tidak berapa lama, Ibn Jarir At tahari melihat seorang tua penduduk Mekah mendatangi orang tersebut: "Hai orang Khurasaan. Keadaan Mekah sekarang sedang sangat sulit. Musim haji hanya berlangsung pendek dan sudah tertentu waktunya. Keuntungan dalam berdagang juga sedang tertutup. Hartamu mungkin jatuh ketangan seorang beriman yang sudah tua dan  miskin. Mungkin dia mau mengembalikan hartamu bila kamu mau berjanji untuk memberinya uang yang halal untuknya".

Orang Khurasaan tersebut bertanya: "Berapa banyak hadiah yang dia inginkan?"

Orang tua penduduk Mekah tersebut menjawab: "Sepersepuluh dari uang yang hilang (100 dinar)".

Orang Khurasaani menjawab:" Tidak, aku tidak akan memberinya uang. Aku akan mengadu kepada Allah di hari pembalasan nanti. Cukuplah Allah bagi kita semua dan hanya kepada Allah kita harus percaya".

Ibn Jarirr bercerita: "Aku menduga bahwa bapak tua tadi seorang miskin dan dialah yang menemukan kantong harta tersebut. Kelihatannya bapak tua tadi ingin mendapatkan sebagian dari harta yang dia temukan tersebut. Maka aku ikuti bapak tua tersebut ketika dia kembali kerumahnya".

Ibn Jarirr mendengar ketika bapak tua tersebut berkata kepada istrinya: "Oh Lubabah". Istrinya menjawab: "Ya aku disini, ada apa gerangan Abu Ghayith?".

Bapak tua tersebut kemudian terdengar berkata kepada istrinya:"Aku tadi menemui laki laki yang kehilangan hartanya. Dia tidak ingin memberi hadiah apapun kepada orang yang mengembalikan uangnya". Bapak tua tadi meneruskan:" Aku telah berkata kepadanya untuk memberikan kepada penemu uangnya sebesar 100 dinar, tapi dia menolaknya. Dia bilang dia akan mengadukan hal tersebut kepada Allah. Oh Lubabah, apa yang harus aku lakukan? Aku takut kepada tuhan dan aku takut kalau dosaku akan semakin berlipat banyaknya".

Ibn Jarir at-Tahari mendengar istri Abu Ghayith menjawab: "Oh suamiku. Kita telah menderita dan hidup dalam kemiskinan selama 50 tahun. Kau punya 4 anak perempuan, 2 saudara perempuan, aku dan ibuku. Kita ada bersembilan dengan dirimu. Kita pakai saja uang tersebut. Kita pakai uang tersebut untuk mengisi perut kita yang selama ini selalu kelaparan dan membeli baju baru untuk mengganti pakaian kita yang sudah usang. Mungkin Allah Yang Maha Kuasa ingin membuatmu kaya".

Abu Ghayith terdengar berkata kepada istrinya:" Oh Lubabah. Apakah aku harus memakan harta haram ketika aku telah berusia 86 tahun?. Apakah aku akan membakar anggota tubuhku dengan api neraka setelah aku selama ini sabar hidup dalam kemiskinan. Apakah harta itu cukup berharga dibanding kemurkaan Allah kepada kita karena kita telah memakan harta haram. Tidak! Demi Allah, aku tidak akan melakukannya".

Ibn Jarir at-Tahari merasa tertarik dengan situasi yang dihadapi keluarga bapak tua tersebut. Ketika dia kembali ke jalan besar, dia mendengar orang Khurasaan yang kehilangan hartanya tersebut berteriak: " Hai jamaah haji dan penduduk Mekah. Aku kehilangan uang 1000 dinar. Kembalikanlah uang tersebut dan Allah akan memberi balasan dengan balasan yang banyak".

Beberapa hari kemudian, Ibn Jarirr melihat bapak tua yang menemukan harta tadi menemui orang Khurasaan yang kehilangan hartanya. Bapak tua (Abu Ghayith) berkata kepada orang Khurasaan tersebut: "Hai orang Khurasaan. Aku telah berkata kepadamu beberapa hari yang lalu bahwa penduduk Mekah sedang paceklik dan berilah hadiah kepada orang yang mengembalikan hartamu agar dia tidak perlu melanggar ketentuan Allah. Aku telah menasihatimu agar kamu mau memberinya hadiah 100 dinar tapi kamu menolaknya. Apabila uangmu jatuh ketangan seseorang yang takut kepada Allah, apakah kamu mau memberinya hadiah sebesar 10 dinar, bukan 100 dinar seperti yang dimintanya semula?"

Orang Khurasaan tersebut menjawab: "Tidak, aku tidak akan memberinya hadiah. Aku akan mengadu kepada Allah dihari ketika aku bertemu dengan-Nya.Cukuplah Allah bagi kita dan kita harus percaya kepada Allah".

Ibn Jabar melihat kedua orang itu berpisah. Sore harinya, Ibn Jarir masih mendengar orang Khurasaan tersebut berteriak:" Hai jamaah haji. Hai penduduk Mekah. Aku telah kehilangan uang 1000 dinar. Kembalikan uang tersebut kepadaku. Allah akan membalasnya dengan balasan yang banyak".

Ibn Jarir melihat bapak tua tersebut mendatangi orang Khurasaan tadi dan berkata:" Orang Khurasaan, kemarin dulu aku telah menasihatimu agar kamu memberi hadiah 100 dinar dan kamu menolaknya. Kemarin aku menasihatimu agar kamu memberi hadiah 10 dinar, dan kamu juga menolaknya. Apakah kamu mau memberinya hadiah 1 dinar (setara Rp 2,170,000 nilai sekarang) agar orang tersebut bisa membeli apa yang menjadi kebutuhannya dan membeli kambing agar dia bisa memberi susu kepada anak anak perempuannya?"

Orang Khurasaan tersebut menjawab:" Tidak, aku tidak akan memberinya hadiah. Cukuplah Allah untuk kita dan percayalah kepada Nya".

Bapak tua tersebut kemudian berkata sambil marah kepada orang Khurasaan tersebut:" Kemarilah, ambil uangmu. Uangmu telah membuatku tidak bisa tidur beberapa hari ini. Hatiku juga menjadi tidak karuan semenjak aku menemukan uangmu".

Ibn Jarirr kemudian mengikuti mereka. Bapak tua tadi membawa mereka memasuki rumahnya. Dia menggali lubang didalam rumahnya dan mengembalikan kantong berisi uang kepada orang Khurasaan sambil berkata:" Nih aku kembalikan uangmu. Mohonkan kepada Allah agar Allah berkenan mengampuni aku dan merahmati aku dengan harta-Nya".

Orang Khurasaan tersebut kemudian mengambil kantung uang tadi dan bersiap-siap meninggalkan rumah Abu Ghayith. Namun ketika sampai dipintu keluar dia berhenti dan berkata:" Bapak tua, sesungguhnya uang tadi adalah harta peninggalan bapakku yang baru saja meninggal. Dia meinggalkan warisan sebanyak 3000 dinar dan berpesan kepadaku agar menyedekahkan sepertiga dari harta warisan tersebut  kepada orang yang paling berhak dan tepat. Oleh karena itu, aku masukkan uang tersebut kedalam kantung agar aku bisa memberikannya kepada orang yang paling  tepat. Demi Allah, sejak aku meninggalkan Khurasaan hingga saat ini, aku belum menemukan orang yang lebih tepat selain dirimu. Oleh karena itu, ambilah uang ini. Semoga Allah memberkahimu, memberimu balasan atas kejujuranmu dan memberi balasan atas kesabaranmu menghadapi kemiskinan yang melingkupimu". Orang Khurasaan tersebut kemudian pergi dengan meninggalkan semua uang di kantung tersebut.

Bapak tua tersebut mengusap air matanya dan berdoa: "Semoga Allah berkenan merahmati pemilik harta ini dikuburnya dan merahmati pula anak laki lakinya".

Abu Jarir kemudian pergi juga mengikuti orang Khurasaan tersebut, namun Abu Ghayith mengajaknya kembali kerumahnya dan menyuruhnya duduk. Abu Ghayith kemudian berkata:"Aku melihatmu mengikutiku dan mengetahui situasi dan keadaanku kemarin dan hari ini. Aku ingat bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda:" Bila engkau diberi dari harta pemberian Allah tanpa kamu mengemis atau memintanya, maka terimalah dan jangan menolak". "Sesungguhnya ini adalah pemberian rezeki dari Allah kepada semua orang yang hadir disini": kata Abu Ghayith melanjutkan.

Abu Ghayith kemudian memanggil istri, anak anak perempuan, saudara perempuan, dan ibu istrinya. Semuanya ada bersepuluh, termasuk Ibn Jarir. Abu Ghayith  kemudian membagi setiap keping dinar secara  berurutan satu persatu hingga tidak ada lagi yang tersisa dikantung. Masing masing mendapat 100 dinar (setara Rp 217 juta nilai sekarang).

Ibn Jarir sangat senang hatinya karena mereka(keluarga Abu Ghayith)  mendapatkan uang tersebut melebihi kesenangannya menerima uang 100 dinar.

Ketika Ibn Jarir hendak pergi, Abu Ghayith berkata:" Anak muda, semoga Allah merahmatimu. Bawalah uang tersebut karena itu uang halal.Ketahuilah bahwa setiap pagi, aku memakai pakaian yang basah ini untuk sholat subuh, kemudian aku lepas pakaian ini untuk dipakai sholat oleh anakku satu per satu bergantian. Kemudian, aku akan pergi bekerja antara dhuhur dan ashar dan aku pulang dengan membawa korma dan roti yang Allah berikan hari itu. kemudian aku akan melepaskan pakaianku agar anakku bisa melaksanakan sholat dengan pakaian tersebut bergantian. Hal yang sama terjadi pada sholat maghrib dan isha.Kita tidak pernah berharap akan mempunyai uang sebanyak ini. Semoga Allah memberikan perkenannya untuk kita memakai uang ini. Semoga Allah memberi balasan berlipat ganda kepada orang yang memberikan uangnya kepada kita".

Ibn Jarir at-tahari kemudian pamit dan mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga Abu Ghayith. Dia bawa uang 100 dinar dan ia pakai untuk membiayai hidupnya selama 2 tahun menuntut ilmu. Setelah 16 tahun, Abu Jarir kembali ke Mekah. Dia mencari informasi tentang keluarga Abu Ghayith. Ibn Jarir  mendapat informasi bahwa Abu Ghayith, isti, ibu istrinya, dan 2 saudara perempuannya telah meninggal dunia. Anak anak perempuannya telah menikah dengan sultan dan pangeran. Ketika Ibn Jarir mengunjungi, mereka menjamunya sebagai tamu keluarga.

Diterjemahkan dari: http://www.islamcan.com/islamic-stories/the-beautiful-story-of-abu-ghayth.shtml

No comments:

Post a Comment