Friday, January 20, 2012

Akibat sedekah, penarik becak berubah kehidupannya.

Banyak orang yang selamanya hidup susah.  Namun tidak kurang banyaknya orang yang bisa berubah hidupnya. Hidup Paris Sembiring berubah dari tukang becak menjadi pengusaha pembibitan tanaman yang sukses sejak dia menyedekahkan sebagian pohon yang disemainya.
Pohon adalah nafas bagi kehidupan manusia, dan tanpanya maka manusia akan mati. Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh Paris Sembiring dalam setiap aktivitasnya. Di setengah abad usianya, Paris seakan tak kenal lelah dan terus berupaya membangun kesadaran masyarakat yang ditemuinya agar senantiasa membangun keharmonisan antara manusia, alam dan lingkungan hidupnya. “Yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana agar masyarakat termotivasi menjaga kelestarian lingkungan hidup melalui penanaman pohon,” jelas Paris. Masih menurutnya, kerusakan lingkungan hidup akibat kerakusan manusia telah menyebabkan alam murka sehingga bencana seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, dll, menimpa Indonesia.
Upaya tersebut mulai dilakukan Paris sejak tahun 1976. Laki-laki yang awalnya berprofesi sebagai tukang becak ini menemukan banyak sekali biji pohon mahoni berjatuhan di tempat ia dan becaknya beristirahat siang. Kemudian ia membawa biji-biji tersebut pulang dan mulai melakukan penyemaian di halaman rumah yang disewanya. “Pohon mahoni besar itu sudah memberiku keteduhan saat tidur siang. Jadi tergerak hatiku membibitkan bijinya dan menanamnya. Kuncinya asal mau saja, penarik becak pun tidak tertutup kesempatannya berjasa untuk lingkungan. Kita harus pikirkan, karena pohon-pohon itu kita bisa bernafas. Mari kita sama-sama menanam, minimal satu pohon satu orang,” katanya.
Pada tahun 1978 Paris berhenti menarik becak, dan memutuskan membuka warung kopi di Simpang Pos, kota Medan. Di tanah kosong seluas 4.000 meter di belakang rumah sewaannya itu, Paris mengelola pembibitan berbagai jenis tanaman. Semakin lama pembibitan tersebut semakin besar. Ia pun semakin mantap memproduksi bibit penghijauan dan buah, dalam jumlah besar. Paris kemudian membeli lahan di Desa Lango Seprang, Kecamatan Tanjung Morawa, Medan seluas 4 hektar dan menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat persemaian. “Semangat saya pun makin tinggi. Ada bibit yang dijual, ada yang dibagi-bagi untuk penghijauan,” katanya.
Sejak saat itu, nama Paris terkenal di kalangan konservator, penggiat lingkungan, instansi pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup di kalangan gereja, tokoh agama, pemuda dan pelajar. Paris yang putus sekolah dari bangku kelas II SMP Masehi sering diundang memberi pelatihan bagi kader lingkungan, membuat persemaian hingga ke seminar-seminar berkelas. Ia duduk bersama para profesor pertanian sebagai narasumber. Perjalanannya semakin sibuk ke berbagai daerah di Indonesia, aktivitasnya padat dan pekerjaannya didedikasikan untuk lingkungan dan masyarakat sosial. Tak sekadar berorientasi pribadi, Paris menyumbangkan bibit-bibit yang dimilikinya kepada masyarakat. Bapak lima anak ini juga gigih membentuk kader konservasi lingkungan hidup. Saat ini tercatat 300 kelompok kader konservasi di Sumatera hasil pembinaannya dengan keanggotaan 15-40 orang per kelompok. Ratusan desa didatanginya. Tak hanya wilayah yang tergolong aman, Paris juga masuk ke wilayah yang menjadi basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Ia mengaku tak mengalami kesulitan apapun dalam pendekatan kepada masyarakat termasuk dengan pasukan dan pendukung GAM. “Sebab saya datang sebagai saudara mereka,” ucapnya.
Upaya Paris dalam melestarikan lingkungan hidup lebih dari 10 tahun membuatnya dianugerahi 45 piagam penghargaan, diantaranya: Kalpataru kategori Pembina Lingkungan Hidup (2003) dan Kader Konservasi Alam Terbaik I Tingkat Nasional dan Penghargaan Bintang Lingkungan Hidup dari Yayasan Hayati Indonesia (Agustus dan Desember 2008). ”Bumi ini adalah rumah kita, jadi harus kita jaga dan rawat. Agar kelak tetap baik kita wariskan kepada anak cucu,” tegasnya. Perhargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup di Indonesia itu, tidak membuatnya puas. Tanggungjawab moralnya justru semakin besar. Bulan Juni 2004, Paris mendirikan Bank Pohon Sumatera Utara di lahan 1 hektar di Jalan Jamin Ginting Km 15,5 Medan. “Kebahagiaan batin dan berbuat untuk menyelamatkan lingkungan lebih menyenangkan daripada memikirkan harta benda. Lihat itu mobil saya, tetap yang bekas-bekas. Kalau berpikiran berbisnis dari bibit ini, bukannya tak bisa mendapatkan limousin,” kata Paris.
Tak kurang 30 juta bibit tanaman telah dibuat Bank Pohon Sumut dan distribusikan secara gratis kepada masyarakat. Bekerjasama dengan Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sumatera, Bank Pohon terus berkembang. Saat ini terdapat 12 Bank Pohon di 10 Provinsi, meliputi Medan, Solok, Bengkulu, Palembang, Lampung, Pangkal Pinang, NAD, Tanjung Pinang, Jambi, Karo, Padang Panjang, dan Pekanbaru.

Sumber: http://kickandy.com/heroes/index.php/candidate/2011/03/18/78/2054/1/

No comments:

Post a Comment