Saturday, January 21, 2012

Berbagi dalam keterbatasan

Pada saat berusia 19 tahun, Sugeng Siswoyudono kehilangan satu kaki akibat kecelakaan lalu lintas. Di usia yang sama, Muhamad Junaidi mengalami kelumpuhan kedua kakinya setelah sakit panas. Bagi sebagian orang, mungkin inilah ’akhir kehidupan’. Tapi tidak bagi Sugeng dan Muhamad Junaidi. Mereka mendobrak keterbatasan akibat musibah menjadi sebuah spirit, yang tidak hanya berguna bagi diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Mereka bahkan mampu membantu sesama penyandang cacat untuk hidup mandiri. Adalah Sugeng Siswoyudono yang harus menghapus cita-citanya menjadi tentara dan ia harus melanjutkan hidup dengan bantuan kaki palsu. Karena sering gonta-ganti kaki palsu, akhirnya Sugeng belajar sendiri untuk membuat kaki palsu. Sugeng yang selalu kreatif sering membuat terobosan-terobosan baru dalam pembuatan kaki palsu. Kini ia sudah memiliki sejumlah anak buah untuk membantunya mengerjakan kaki palsu pesanan. Pada perjalanannya ia sering membantu orang-orang yang juga kehilangan kaki, akibat kecelakaan. Bantuan ia berikan antara lain, membuatkan kaki palsu bagi mereka dan mengajarkannya untuk bisa membuat sendiri. Tak hanya itu, Sugeng juga sering membantu orang-orang yang frustrasi karena kehilangan kaki, memberinya motivasi untuk bangkit dan bersemangat kembali. Namun, Sugeng memiliki cara yang unik dalam memberikan motivasi. ”Ada pasien yang baru kehilangan kedua kakinya, saya bilang saja, kamu sudah gak berguna pantesnya dibuang saja ke kali,” kata Sugeng yang tampil di Kick Andy dengan gaya kocaknya. Tentu saja, cercaan ini tak dimaksudkan Sugeng untuk menghina. Menurutnya cara yang ia lakukan adalah ibarat sebuah tempaan, agar para penyandang cacat dadakan itu menjadi tahan banting. Hal itu diakui oleh Ragil, seorang pemuda yang kehilangan satu kakinnya tahun lalu. ”Pertama kali bertemu Mas Sugeng, saya ingin sekali menonjoknya. Tapi sekarang saya berterimakasih,” katanya. Selain memberi motivasi, Sugeng juga telah membuatkan kaki palsu bagi Ragil. Perlu diketahui juga, bahwa untuk semua servis yang ia berikan pada pasien-pasiennya, Sugeng tidak mematok bayaran bahkan lebih sering tanpa bayaran alias gratis. Usaha bengkel kaki palsu memang bukan sesuatu yang komersil bagi Sugeng, tak heran jika kehidupan ekonomi Sugeng pun tampak biasa-biasa saja. Untuk kehidupan sehari-hari, Sugeng berjualan susu sapi. Bukan dari sapi miliknya, tapi ia mengambil secara kulakan dari luar kota, dan kemudian menjualnya lagi secara eceran. Tiap hari, Sugeng mengendarai motor untuk mengantarkan susu, yang di pesan pelanggannya. Sementara itu dari Solo, Kick Andy mengundang Muhamad Junaidi alias Joned yang kedua kakinya telah lumpuh sejak sembilan tahun lalu. Ia berhasil melewati masa frustasi dengan kemudian memutuskan untuk bangkit dengan belajar menjahit di Rehabilitation Center Solo. Setelah dua tahun belajar, ia pun merintis menjadi penjahit dengan modal berupa dua mesin pinjaman milik kepala desa. Ia selalu mengutamakan pelayanan yang baik pada pelanggannya, hingga usaha jahit yang ia beri nama ”Joned Taylor” itu kini berkembang. Saat usahanya maju, ia teringat masih banyak teman senasib yang pasti sangat sulit menemukan lapangan kerja. Maklum, menurutnya, diskriminasi di dunia kerja masih terjadi pada orang-orang yang memiliki keterbatasan alias cacat. Junaidi kemudian menyisihkan uang rupiah demi rupiah dari hasil usaha menjahitnya. Setelah terkumpul jumlah yang cukup, ia pun menghubungi pihak Rehabilitation Center Solo, dan mengajukan tawaran untuk melakukan pelatihan menjahit pada penyandang cacat di sana. ”Soal benang, dan bahan jahitan saya yang tanggung,” tandasnya. Alhasil Joned pun memberi pelatihan pada beberapa penyandang cacat. Maklum, dana yang ia kumpulkan tak banyak sehingga pada kali pertama, hanya segelintir orang saja yang ia latih. Namun, upaya membantu saudara senasibnya itu, terus dilakukannya sampai sekarang. Dan kini puluhan orang yang ia bantu sudah bisa berusaha secara mandiri. ”Saya ingin para penyandang cacat hidup mandiri dan tidak jadi peminta-minta di lampu merah,” katanya. Inilah, sebuah bukti bahwa dalam keterbatasan sekalipun, masih ada cara untuk tetap bisa berbagi.

No comments:

Post a Comment