Hingga hari ini saya masih merasa sangat prihatin. Beberapa hari yang lalu, 2 pasien dari keluarga tidak mampu yang ingin melahirkan di Rumah Bersalin Umiyah terpaksa dirujuk ke rumah sakit umum. Yang pertama, Ibu hamil dengan riwayat operasi Cesar dan masuk ICU ketika melahirkan 4 tahun yang lalu. Ibu yang kedua adalah ibu dengan partus lama. Kondisi sudah lemah dan tidak terlihat ada kemajuan dalam proses persalinannya. Sebelum itu, seorang ibu melahirkan dengan eklampsia juga dirujuk ke RSU, bahkan sampai dibawa ke RSU Sarjito di Yogyakarta.
Sebenarnya mereka tidak ingin dirujuk. Mereka sudah mantab ingin melahirkan di RB Umiyah. Alasan utamanya, mereka takut masalah biaya bila harus melahirkan di rumah sakit umum milik pemerintah. Saya sedih karena, meskipun RB Umiyah sudah mampu melayani dengan hati, namun dari segi teknis medis masih terbatas. Kesedihan saya agak terobati karena, syukur alhamdulillah, RB Umiyah sudah mampu melayani dengan hati. Hal ini terlihat dari keinginan ibu ibu dari keluarga miskin untuk melahirkan di RB Umiyah. Tidak ada hambatan bagi mereka datang ke RB Umiyah karena masalah biaya. Kejadian berturut-turut berupa pasien yang enggan dirujuk, namun terpaksa dirujuk sebab keterbatasan teknis medis membuat saya banyak merenung. RB Umiyah perlu mengambil keputusan secara berani agar bisa melayani ibu hamil dari keluarga tidak mampu secara paripurna. Diperlukan sebuah kenekatan agar RB Umiyah bisa melayani keluarga miskin dengan semua jenis pertolongan persalinan, termasuk pertolongan oleh dokter spesialis.
RS Jantung Narayana Hrudayalaya di Bangalore, India mampu melayani semua pasien dengan hati. RS Narayana juga mampu memberikan pelayanan kesehatan paripurna secara berkualitas. Pasien kaya datang ke RS Narayana karena pelayanan kesehatannya berkualitas tinggi. Pasien miskin datang ke RS Narayana karena mereka tahu dengan pasti bahwa akan dilayani dengan hati. Tidak ada pasien yang pernah ditolak atau mendapat kesulitan hanya karena masalah biaya. Pada tahun 2005, 40% pasien yang dirawat mendapat pelayanan gratis (termasuk biaya operasi yang ditanggung oleh yayasan amal) atau dengan tarif murah (melalui subsidi silang).
RS Jantung Narayana Hrudayalaya didirikan pada tahun 2001 oleh Dr Devi Prasad Shetty diatas tanah seluas 100 acre yang didukung secara penuh oleh mertuanya yang mempunyai perusahaan konstruksi tertua di India "Shankar Narayana Construction Company". Saat ini Group RS Narayana Hrudayalaya mempunyai RS dengan jumlah total tempat tidur sebanyak 5000 bed, yang meliputi:
- RS jantung Narayana Hrudalaya dengan 1000 tempat tidur, 24 kamar operasi dan melakukan 50 operasi besar jantung setiap harinya, dan melayani pasien dari 73 negara.
- Insttitute Asha Dinesh untuk cangkok organ (jantung, paru paru, hati, sumsum tulang dan ginjal)
- RS Sparsh untuk trauma dan ortopedi dengan 500 tempat tidur
- RS Mata Narayana Nethralaya dengan 500 tempat tidur dan mampu melakukan 500 operasi katarak per hari.
- Pusat Kanker Mazumdar Shaw dengan 1400 tempat tidur dan 20 kamar operasi
- RS Ginjal Manjulaben yang mampu melakukan 2400 pelayanan cuci darah perbulan dan 10 operasi cangkok ginjal dalam sebulannya.
- dan beberapa RS dan Institute yang tersebar di Kolkata dan berbagai kota India lainnya.
Dalam 5 tahun kedepan, mereka mentargetkan membangun beberapa RS lagi sehingga total jumlah tidurnya akan menjadi 30,000 beds.
RS Narayana mempergunakan peralatan modern yang berkualitas tinggi. Namun mereka mampu menekan biaya karena mereka mampu menekan biaya gaji pegawai. Bila di Amerika, biaya rumah sakit sekitar 60% untuk gaji, di RS Narayana gaji hanya menyedot sekitar 20% total biaya. Bukan berarti para dokter mendapat gaji kecil, tetapi mereka bekerja lebih lama (sekitar 12 jam perhari) dan lebih produktif. Dokter di RS Narayana hanya mendapat gaji tetap, tidak ada insetif tambahan untuk setiap tindakan yang mereka lakukan.
Pelajaran yang bisa saya tarik. Bila RB Umiyah ingin mampu memberikan semua jenis pelayanan pertolongan persalinan, termasuk pelayanan spesialistik, dan tidak menolak pasien miskin, maka:
- RB Umiyah harus dikembangkan hingga mampu melayani setidaknya 25 pertolongan persalinan per harinya.
- Merekrut tenaga dokter spesialis dengan gaji tetap
- Didukung para dermawan, khususnya para pengusaha yang dermawan.
Hambatan yang saat ini dihadapi:
- Jumlah beban kerja masih rendah, tidak setiap hari ada persalinan.
- RB Umiyah belum mempunyai dokter ahli kandungan.
- Dukungan dana operasional maupun dana pembangunan masih terbatas
Permasalahannya seperti telur denga ayam. Mana yang duluan. Jumlah beban kerja yang rendah terkait dengan belum adanya dokter ahli kandungan. Kedua hal tersebut terkait dengan terbatasnya sumber dana yang ditangan. Namun bisa juga, belum banyaknya jumlah sumbangan dari dermawan saat ini terjadi karena masih sedikitnya jumlah pasien miskin yang dilayani.
Dengan saldo bulan November 2010 yang mencapai Rp 10 juta, berani apa tidak menggaji dokter spesialis, setidaknya periksa hamil sekali seminggu dan sebagai konsulen untuk kasus sulit? Ada saran ?
Insya Allah, nanti akan ketemu jalannya.
No comments:
Post a Comment