Catalino Tapia menginjakkan kakinya di Amerika pada usia 20 tahun dengan uang $6 disakunya. Dia juga hanya berpendidikan setingkat sekolah dasar. Dia bekerja di toko donat di Redwood City dengan keras. Akhirnya berhasil memulai bisnis berkebun sendiri untuk menghidupi istri dan dua anak. Saat paling membanggakan dalam hidupnya datang ketika anaknya, Noel Tapia lulus dari Fakultas Hukum Universitas California di Berkeley. Peristiwa tersebut menggerakkannya untuk berbuat sesuatu. Catalino Tapia memutuskan bahwa pemuda keturunan Amerika Latin (Latino) harus memiliki kesempatan untuk mencapai pendidikan tinggi.
Pada tahun 2006 Catalino Tapia mendirikan Yayasan Bay Area Gardener, sebuah organisasi nirlaba yang pengurusnya terdiri dari tukang kebun daerah Bay Area yang menyediakan beasiswa untuk pemuda Latin dari keluarga berpenghasilan rendah. Catalino Tapia bersama sesama tukang kebun meminta majikan mereka dan pebisnis lokal untuk menyumbangkan dana, dan dalam 2 tahun pertama mereka berhasil mengumpulkan $ 250.000 . Pada tahun 2007, mereka diberikan bantuan untuk 18 siswa, yang semuanya berasal dari keluarga berpenghasilan rendah, memiliki keinginan untuk belajar di perguruan tinggi, dan memiliki setidaknya indeks prestasi (IP) 2,5. Penerima bea siswa mendapat $ 1500 per bulan. Penerima bea siswa juga harus bersedia bekerja sebagai relawan masyarakat selama 20 jam per tahun selama mereka mendapat bea siswa.
Catalino Tapia dan tukang kebun lain mengumpulkan uang untuk dana beasiswa dengan mengadakan pertemuan makan malam dan meminta sumbangan dari pebisnis lokal dan pelanggan kebun mereka. Tapia, sekarang 64, juga mendatangi berbagai pebisnis di Redwood City dan sekitar Bay Area. Ia bersedia menghabiskan siang yang panas baru-baru ini dengan berjalan dari pintu ke pintu di kampung halamannya untuk berbicara dengan pemilik bisnis Latino untuk mendukung yayasan.
Catalino Tapia dan tukang kebun lain mengumpulkan uang untuk dana beasiswa dengan mengadakan pertemuan makan malam dan meminta sumbangan dari pebisnis lokal dan pelanggan kebun mereka. Tapia, sekarang 64, juga mendatangi berbagai pebisnis di Redwood City dan sekitar Bay Area. Ia bersedia menghabiskan siang yang panas baru-baru ini dengan berjalan dari pintu ke pintu di kampung halamannya untuk berbicara dengan pemilik bisnis Latino untuk mendukung yayasan.
"Ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan," kata Tapia, "untuk membuat orang percaya pada Anda dan mengatakan 'Saya akan menyumbang'. Tapi kami merasa senang melakukan hal itu, dan saya pikir kami berada di jalur yang benar untuk mencapai banyak hal."
Tapia mengatakan bahwa pada tahun-tahun awal di Amerika ia begitu terfokus pada pengembangan bisnis dan membesarkan anak-anaknya. Dia tidak punya waktu untuk berpikir tentang memulai sebuah dana beasiswa, meskipun ia selalu menyadari bahwa bea siswa sangat diperlukan disana.
Selama perjalanan panjang ke Los Angeles untuk mengunjungi anaknya di tahun 2002, istrinya jatuh tertidur dan dia mulai benar-benar berpikir tentang gagasannya. Walaupun telah di pikirannya selama bertahun-tahun, ia tidak yakin bagaimana untuk memulai, sampai ia bertanya-tanya apakah pelanggan kebunnya akan tertarik untuk menyumbangkan uang untuk dana beasiswa bagi siswa berpenghasilan rendah. Noel Tapia membantunya mendirikan sebuah organisasi nirlaba dan lahirlah proyek tersebut
Tapia mengatakan diperlukan waktu satu setengah tahun untuk membuat yayasan terorganisir. Namun, ketika ia mendekati kliennya untuk meminta sumbangan, ia memperoleh $ 10.000 dalam dua minggu. Dia memanggil tukang kebun lain untuk membantu dan sekarang memiliki sekitar 12 orang anggota dewan yayasan. Ketika yayasan berhasil mengumpulkan $ 45.000 , ia memutuskan bahwa sudah waktunya untuk mulai mensponsori mahasiswa.
Motto dari yayasan ini adalah "Con becas formaremos un futuro mejor" (dengan beasiswa kami akan membentuk masa depan yang lebih baik). Selama tahun pertama, tahun 2006, organisasi memberikan beasiswa kepada lima siswa; pada tahun 2007 dua kali lipat jumlah itu, pada tahun 2008, 18 siswa diberikan hibah, dan pada tahun 2009, Tapia memperkiraan sebanyak 25 siswa akan menerima beasiswa.
Kriteria penerima bea siswa cukup sederhana: pelamar harus dari keluarga berpenghasilan rendah, mereka harus memiliki IP rata-rata 2,5 ; mempunyai keinginan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi, dan mereka harus berjanji untuk menjadi relawa selama 20 jam dalam pelayanan masyarakat per tahun waktu mereka terima beasiswa.
Kita perlu banyak Catalino Tapia di Indonesia. Pada tahun 1980an, Rektor Universitas Tanjung Pura, Pontianak juga telah melakukan hal yang sama. Beliau mengorganisir orang orang untuk menyumbang dana bea siswa bagi mahasiswa yang tidak mampu. Banyak ladang bisa kita ciptakan. Kalau bukan dengan banyak melakukan kegiatan amal, dengan modal apa kita bisa masuk surga?
No comments:
Post a Comment