Beberapa tahun yang lalu, ketika menunggu kendaraan, Gretchen Rubin bertanya pada dirinya sendiri: " Apa yang aku inginkan dari hidup ini?". "Kebahagiaan", jawabnya. Tapi dia tidak pernah berpikir tentang kebahagiaan. Akhirnya timbullah niatnya untuk membuat The Happiness Project. Dia banyak membaca dan belajar dari berbagai kalangan tentang apa itu kebahagiaan. Gretchen Rubin juga melakukan riset tentang kebahagiaan.
Salah satu rangkaian artikelnya membahas tentang Mitos Kebahagiaan. Saya ambil sebagai referensi salah satu mitos kebahagiaan yang dia bahas, yaitu: Kita akan lebih berbahagia bila bersikeras pada yang terbaik.
Menurut Barry Schwartz dalam bukunya the Paradox of Choices dalam hal pengambilan keputusan ada orang yang termasuk dalam tipe satisficer dan ada yang termasuk dalam tipe maximizer. Tipe satisficer adalah orang yang puas bila apa yang dia ambil, pilih atau dapatkan sudah memenuhi kriteria. Dalam membeli sepatu atau baju, tipe satisficer sudah akan puas bila sudah mendapatkan baju atau sepatu sesuai dengan kriteria yang dia punyai.
Tipe maximizer adalah orang yang selalu mencari yang maksimal atau yang terbaik. Dalam memilih sewa rumah, misalnya, teman saya yang maximizer sampai perlu melihat 60 rumah sebelum menentukan keputusan. Saya cukup dengan melihat tidak sampai 10 rumah sebelum akhirnya saya mengambil keputusan rumah mana yang akan saya sewa. Hari Minggu kemarin, teman saya iri melihat rumah sewaan saya.
Menurut penelitian ternyata orang denga tipe satisficer adalah orang yang lebih berbahagia dibandingkan dengan orang dengan tipe maximizer. Maximizer banyak menghabiskan energi dan waktu dalam mengambil keputusan karena dia harus mencoba dan mencari banyak informasi sebelum memilih pilihan yang terbaik.
Tapi satisficer berbeda dengan orang malas atau sembrono. Satisficer adalah orang yang cukup hati hati dalam mengambil keputusan karena dia mempunyai kriteria sebelum mengambil keputusan. Keputusan diambil bila hal tersebut telah memenuhi kriteria. Orang malas atau sembrono tidak mempunyai kriteria dan tidak mencari informasi sebelum mengambil keputusan. Dia beli saja barang kesukaannya, tanpa membandingkan dengan barang lain atau barang yang sama dengan merk berbeda, atau membandingkan harga barang yang sama di toko yang berbeda.
Istri saya sering tidak tahu harga sayuran atau makanan kecil yang baru dia beli dari warung langganan. Dia tidak perduli untuk melihat harganya. Namun dilain pihak, untuk beli sepatu dia tahan berjalan berjam-jam menyusuri satu mall ke mall yang lain.
Untuk sebagian besar pengambilan keputusan, kita tidak perlu menjadi maximizer. Kita bisa cukup puas bila kita sudah mengumpulkan cukup informasi sebelum mengambil keputusan. Kunci lainnya adalah selalu berdoa atau berdzikir. Dalam meilih rumah sewaan, misalnya, saya selalu berdoa seperti doa nabi Nuh seperti yang tersurat dalam Al quran Surat Al Muminun 23: 29
Dan berdo’alah: "Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat."
Semoga bermanfaat.
Tipe maximizer adalah orang yang selalu mencari yang maksimal atau yang terbaik. Dalam memilih sewa rumah, misalnya, teman saya yang maximizer sampai perlu melihat 60 rumah sebelum menentukan keputusan. Saya cukup dengan melihat tidak sampai 10 rumah sebelum akhirnya saya mengambil keputusan rumah mana yang akan saya sewa. Hari Minggu kemarin, teman saya iri melihat rumah sewaan saya.
Menurut penelitian ternyata orang denga tipe satisficer adalah orang yang lebih berbahagia dibandingkan dengan orang dengan tipe maximizer. Maximizer banyak menghabiskan energi dan waktu dalam mengambil keputusan karena dia harus mencoba dan mencari banyak informasi sebelum memilih pilihan yang terbaik.
Tapi satisficer berbeda dengan orang malas atau sembrono. Satisficer adalah orang yang cukup hati hati dalam mengambil keputusan karena dia mempunyai kriteria sebelum mengambil keputusan. Keputusan diambil bila hal tersebut telah memenuhi kriteria. Orang malas atau sembrono tidak mempunyai kriteria dan tidak mencari informasi sebelum mengambil keputusan. Dia beli saja barang kesukaannya, tanpa membandingkan dengan barang lain atau barang yang sama dengan merk berbeda, atau membandingkan harga barang yang sama di toko yang berbeda.
Istri saya sering tidak tahu harga sayuran atau makanan kecil yang baru dia beli dari warung langganan. Dia tidak perduli untuk melihat harganya. Namun dilain pihak, untuk beli sepatu dia tahan berjalan berjam-jam menyusuri satu mall ke mall yang lain.
Untuk sebagian besar pengambilan keputusan, kita tidak perlu menjadi maximizer. Kita bisa cukup puas bila kita sudah mengumpulkan cukup informasi sebelum mengambil keputusan. Kunci lainnya adalah selalu berdoa atau berdzikir. Dalam meilih rumah sewaan, misalnya, saya selalu berdoa seperti doa nabi Nuh seperti yang tersurat dalam Al quran Surat Al Muminun 23: 29
Dan berdo’alah: "Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat."
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment