Mimpi besar??!! Kok berani-beraninya.
Saat ini banyak orang hidup susah. Cari pekerjaan susah. Harga bahan makan naik terus. Biaya sekolah dan pelayanan kesehatan semakin tidak terjangkau. Pengangguran ada dimana-mana. Pokoknya, bisa makan 3 kali sehari saja sudah bagus. Boro boro mau mimpi besar, berani punya cita cita atau keinginan saja itu sudah luar biasa.
Dermaga Ceremai, Paloh |
Itulah pikiran banyak orang. Pikiran yang menjebak mereka sehingga mereka tidak bisa lepas terbang tinggi. Pola pikir orang orang yang tidak akan pernah jadi milyarder atau jadi orang besar.
Bila anda sekarang jadi seorang pekerja pemadam kebakaran dengan gaji sekitar $ 4000 per tahun, beranikah anda menetapkan sasaran untuk mendapatkan penghasilan $ 100,000 per tahun dalam waktu 12 bulan? Itulah yang dilakukan oleh Bob Proctor setelah membaca buku Think and Grow Rich karya Napoleon Hill yang diceritakan dalam buku Millionaire Mindset yang bisa anda download di http://www.bobproctordownloads.com/Millionaire-Mindset.pdf
Dulu ketika bertugas d Puskesmas Paloh di tengah belantara Kalimantan Barat, saya kebetulan membaca buku terjemahan "The Magic of Thinking Big" karya David Schartz di sebuah toko buku di Pontianak. Saya sangat terinspirasi. Kenapa saya nggak berani berpikir besar. Saya tetapkan niat untuk bisa ambil S2 di Amerika Serikat dalam bidang kebijakan kesehatan. Padahal saya waktu tidak tahu apa apa tentang sekolah di luar negeri. Tidak punya uang dan juga tidak punya gambaran dari mana bisa dapat uang untuk kuliah. Bahasa Inggris juga masih jauh dari memadai.
Dengan tekat yang kuat, alhamdulillah, sedikit demi sedikit jalan mulai terbuka. Saya tergerak untuk beli buku pelajaran bahasa Inggris, beli radio agar bisa mendengarkan siaran radio berbahasa Inggris, dan dapat jalan bisa pindah ke Kementrian Kesehatan (Depkes waktu itu). Untungnya, saya pindah ke unit yang ada dana untuk tugas belajar ke luar negeri. Dalam kurun waktu sekitar 3 tahun sejak saya berani bermimpi sekolah ke Amerika, mimpi tersebut sudah jadi kenyataan.
Ada beberapa hambatan yang membuat seseorang tidak berani bercita-cita tinggi. Hambatan pertama adalah penyakit "alasan", misalnya: saya sudah tua/masih terlalu muda, saya tidak sehat, tidak pinter, tidak punya duit, dan beribu alasan lainnya. Beribu alasan tersebut telah menjebak jutaan pemuda Indonesia sehingga tidak berani berpikir besar.
Hambatan kedua adalah penyakit pesimis sehingga menjadi tidak kreatif. Kalau kita terlalu terfokus pada masalah, energi kita sudah habis untuk bisa memecahkan masalah. Dulu, ketika di Puskesmas, saya belajar bahasa Inggris dengan membeli buku pelajaran dan belajar mandiri. Listening dilatih dengan mendengarkan siaran radio luar negeri. Setelah di Jakarta, karena tidak punya uang untuk ikut kursus bahasa Inggris, saya langganan koran Jakarta Post. Kalau ada tekat yang kuat, insya Allah akan ada jalan.
Tapi tentunya usaha kita perlu dilandasi dengan pemahaman keagamaan yang baik. Tanpa pemahaman yang tepat tentang takdir, bisa bisa kita stress ketika harus menghadapi kegagalan. Usaha yang didukung dengan puasa sunah dan sholat tahajud (waktu itu saya belum biasa melakukan sedekah), insya Allah akan membawa hasil seperti yang kita impikan.
Hambatan kedua adalah penyakit pesimis sehingga menjadi tidak kreatif. Kalau kita terlalu terfokus pada masalah, energi kita sudah habis untuk bisa memecahkan masalah. Dulu, ketika di Puskesmas, saya belajar bahasa Inggris dengan membeli buku pelajaran dan belajar mandiri. Listening dilatih dengan mendengarkan siaran radio luar negeri. Setelah di Jakarta, karena tidak punya uang untuk ikut kursus bahasa Inggris, saya langganan koran Jakarta Post. Kalau ada tekat yang kuat, insya Allah akan ada jalan.
Tapi tentunya usaha kita perlu dilandasi dengan pemahaman keagamaan yang baik. Tanpa pemahaman yang tepat tentang takdir, bisa bisa kita stress ketika harus menghadapi kegagalan. Usaha yang didukung dengan puasa sunah dan sholat tahajud (waktu itu saya belum biasa melakukan sedekah), insya Allah akan membawa hasil seperti yang kita impikan.
No comments:
Post a Comment