Pada tahun 1998 Nick Martin mendapat warisan sebesar14 juta dolar (sekitar Rp 120 milliar). Ketika masih muda, ayahnya mendirikan sebuah perusahaan pemasaran yang bergerak di media luar gedung, Martin Media, di tahun 1950an di negara bagian Kalifornia Amerika Serikat. Sebuah perusahaan yang bernilai sekitar 600 juta dolar. Dari sejumlah warisan yang dia terima, Nick Martin menerima warisan bersih, setelah dipotong pajak, sebesar 10 juta dolar.
Namun kini hidupnya jauh dari gemerlap. Ia tinggal disebuah rumah yang sewa bulanannya sekitar Rp 8 juta di sebuah jalan buntu, di kota kecil Mac Farland. Dia mempunyai mobil Ford Explorer yang telah berusia 14 tahun. Nick Martin masih beruntung karena di saat krisis ekonomi seperti sekarang ini, dimana pengangguran sangat tinggi, masih dapat kerjaan, meskipun hanya paruh waktu. Dia mengajar setiap Sabtu mata pelajaran tentang cara menanam pohon dan membuat anggur di sebuah sekolah cabang dari Highland Community College yang jaraknya sekitar 20 km dari rumahnya. Bangunan sekolahnya sangat sederhana dan jumlah murid yang mengikuti kelasnya hanya 7 orang.
Kehidupannya saat ini jauh berbeda dibanding ketika baru menerima warisan. Dia dan keluarganya tinggal di daerah mahal, Adirondacks, Tupper lake, di New York. Di garasi ada 3 mobil model mewah baru, salah satunya mobil Aston martin warna kuning. Dia pernah membelikan mantel bulu untuk istrinya seharga Rp. 65 juta, memiliki 3 ekor kuda balap seekornya seharga sekitar Rp 1,5 milyar.
Ny Nick Martin ingat ketika mereka sedang makan malam dengan spagheti di rumahnya di kota Paso Robles, di Kalifornia Tengah di tahun 1998, mereka mendapat kabar dari perwakilan sebuah bank tentang harta warisan yang suaminya akan segera peroleh. Jumlahnya terlihat sangat banyak. Segera setelah uang mereka terima, Nick Martin dan keluarganya memutuskan untuk pindah meskipun saudara dan saudara iparnya (yang selama ini menjalankan bisnis) tidak menyetujui keputusan mereka. Nick Martin tidak pernah terlihat secara langsung bisnis pemasaran luar gedung tersebut. Di Martin Media, dia hanya duduk sebagai anggota komisaris. Nick Martin terlibat secara langsung di bisnis keluarga yang lain, Martin Brothers Winery yang bergerak di bidang pembuatan anggur.
Mula mula Nick Martin membeli sebuah rumah di Sommerset, Inggris dekat keluarga istrinya dan dia memutuskan untuk menulis novel. Nick Martin juga menghabiskan sekitar Rp 2,5 m untuk membeli tanah seluas 3,5 acre yang kemudian dibangunnya menjadi rumah musim panasnya. tidak berapa lam awan hitam mulai datang. Novel hasil karya Nick Martin yang berjudul Anthony: Coniver's Lament tidak laku. Biaya hidup mengelembung. Pada tahun 2002, mereka pindah ke negara bagian Vermont, Amerika dan membeli rumah seharga Rp 6 milyar sedangkan pembangunan rumah musim panasnya tetap jalan terus. Pada tahun 2007, Nick Martin dan keluarga pindah sepenuhnya ke Tupper Lake. Ternyata pembangunan rumah di Tupper Lake menyedot banyak dana. Mereka menghabiskan sampai sekitar Rp 50 milyar untuk membangun rumah di Tupper lake dan menghabiskan sekitar Rp 6 milyar untuk merehab rumah di Vermont.
Ketika krisis ekonomi melanda Amerika tahnu 2008 kemarin, keluarga Nick Martin mulai bangkrut. Harga properti turun drastis. Dia kesulitan menjual rumahnya, meskipun dengan harga hampir separuh harga semula.
Sepertinya kita sering mendengar cerita seperti itu. Orang yang mendapat warisan dalam jumlah sangat besar yang kemudian menguap dalam beberapa tahun saja. Bila kita dapat warisan, apa yang harus kita lakukan agar harta tersebut tidak cepat menguap? Sebagai orang tua, apa yang harus kita lakukan agar harta yang kita wariskan kepada anak menjadi berkah?
Ny Nick Martin ingat ketika mereka sedang makan malam dengan spagheti di rumahnya di kota Paso Robles, di Kalifornia Tengah di tahun 1998, mereka mendapat kabar dari perwakilan sebuah bank tentang harta warisan yang suaminya akan segera peroleh. Jumlahnya terlihat sangat banyak. Segera setelah uang mereka terima, Nick Martin dan keluarganya memutuskan untuk pindah meskipun saudara dan saudara iparnya (yang selama ini menjalankan bisnis) tidak menyetujui keputusan mereka. Nick Martin tidak pernah terlihat secara langsung bisnis pemasaran luar gedung tersebut. Di Martin Media, dia hanya duduk sebagai anggota komisaris. Nick Martin terlibat secara langsung di bisnis keluarga yang lain, Martin Brothers Winery yang bergerak di bidang pembuatan anggur.
Mula mula Nick Martin membeli sebuah rumah di Sommerset, Inggris dekat keluarga istrinya dan dia memutuskan untuk menulis novel. Nick Martin juga menghabiskan sekitar Rp 2,5 m untuk membeli tanah seluas 3,5 acre yang kemudian dibangunnya menjadi rumah musim panasnya. tidak berapa lam awan hitam mulai datang. Novel hasil karya Nick Martin yang berjudul Anthony: Coniver's Lament tidak laku. Biaya hidup mengelembung. Pada tahun 2002, mereka pindah ke negara bagian Vermont, Amerika dan membeli rumah seharga Rp 6 milyar sedangkan pembangunan rumah musim panasnya tetap jalan terus. Pada tahun 2007, Nick Martin dan keluarga pindah sepenuhnya ke Tupper Lake. Ternyata pembangunan rumah di Tupper Lake menyedot banyak dana. Mereka menghabiskan sampai sekitar Rp 50 milyar untuk membangun rumah di Tupper lake dan menghabiskan sekitar Rp 6 milyar untuk merehab rumah di Vermont.
Ketika krisis ekonomi melanda Amerika tahnu 2008 kemarin, keluarga Nick Martin mulai bangkrut. Harga properti turun drastis. Dia kesulitan menjual rumahnya, meskipun dengan harga hampir separuh harga semula.
Sepertinya kita sering mendengar cerita seperti itu. Orang yang mendapat warisan dalam jumlah sangat besar yang kemudian menguap dalam beberapa tahun saja. Bila kita dapat warisan, apa yang harus kita lakukan agar harta tersebut tidak cepat menguap? Sebagai orang tua, apa yang harus kita lakukan agar harta yang kita wariskan kepada anak menjadi berkah?
No comments:
Post a Comment