Mas Sandiaga Uno mungkin adalah sosok pria yang digandrungi banyak kaum perempuan : muda, very handsome, kaya raya dan rendah hati. Sosok Sandi memang merupakan salah satu fenomena dalam jagat bisnis di tanah air.
Dalam usianya yang masih terbilang muda, yakni 42 tahun, ia telah dinobatkan oleh majalah internasional Forbes, sebagai orang kaya nomer 29 di Indonesia. Total kekayaannya sekitar Rp 8 trilyun (wow).
Melalui perusahaannya yang bergerak di bidang investasi, yakni Saratoga Capital, Mas Sandi telah meneguhkan dirinya sebagai anak muda cemerlang dengan visi bisnis yang mak nyus.
Dalam tulisan kali ini, kita akan mencoba mengenal lebih dekat dengan mas Sandi yang handsome ini. Didalamnya kita mau menelisik dua pelajaran bisnis yang barangkali bisa kita petik.
Sejatinya, yang juga membuat banyak orang tertegun, adalah sikap rendah hati dan kehidupan religius Sandi yang amat kental. Ia dikenal sebagai pria yang melakoni ritual puasa sunah Daud (puasa setiap dua hari sekali, sepanjang tahun). Orang yang kaya raya ini ternyata begitu akrab dengan dunia ukhrowi (dunia akherat). Subhanallah.
Ia juga tak pernah berhenti sholat sunnah Dhuha setiap pagi. Dalam sebuah perbincangan informal, Mas Sandi memberikan pengakuan seperti ini :
“Jadi begini, ibadah itu kalo sudah rutin kita lakukan bukan lagi menjadi sebuah kewajiban tapi menjadi sebuah kebutuhan. Jadi kalo aku gak sholat dhuha aja sekali, tiba-tiba ada sesuatu yang hilang, aneh rasanya. Walaupun itu sunnah jadi terasa wajib. Dan aku ngerasain sekali hikmahnya, sudah 7-8 tahun ini rutin aku lakukan, rejeki itu seperti gak aku cari, semua datang sendiri…….seperti dianter rejeki itu”.
Kalau kalimat diatas diucapkan pak ustadz, kita biasa mendengarnya. Namun kalau yang bilang adalah anak muda dengan kekayaan delapan T, now that’s the power of Ibadah.
Sekarang mari kita simak pelajaran bisnis pertama dari mas Sandi.
Lesson # 1 : Timing is everything. Sandi mendirikan perusahaan di bidang private equity persis pada saat Indonesia mengalami krisis moneter pada 1997 (private equity adalah perusahaan yang mengakuisisi saham perusahaan lain yang dianggap masih murah, lalu diperbaiki kinerjanya, dan kemudian dijual kembali degan harga yang lebih tinggi).
Pada saat krisis itu, beragam peluang investasi bermunculan lantaran banyak perusahaan mau dijual dengan harga yang relatif murah. Disinilah timing serta keputusan bisnis Sandi mendapatkan tempat yang pas. Bisnis dia melesat karena berhadapan dengan timing yang pas, yakni pas kondisi krisis moneter.
Moralnya : pengambilan keputusan menjadi jelek bukan karena mutu keputusannya yang buruk, namun mungkin timing-nya yang tidak tepat. Dan sebaliknya : keputusan menjadi sangat berharga karena dilakukan pada momen waktu yang tepat.
Sekarang, renungkan : apa keputusan penting dalam bisnis atau karir yang pernah Anda lakukan? Dan apakah timing keputusan itu pas? Sebab jika tidak pas, maka mungkin Anda akan menyesal berkepanjangan. (Misal banyak orang bilang, kalau mau bikin bisnis sendiri maka timingnya - lakukanlah sebelum usia 35 tahun. Sebab diatas usia itu, Anda akan masuk area comfort zone, dan akan makin takut untuk mengambil risiko).
Pelajaran bisnis kedua dari Mas Sandi adalah ini : pentingnya menemukan partner atau rekan yang kerja yang memiliki chemistry dengan kita, dan bisa membangun sinergi. Sandi pertama kali membangun usaha dengan rekannya pas duduk sekolah SMA. Sahabat lama biasanya cenderung telah memiliki ikata emosi dan chemistry yang kuat. Jadi nyambung dan klik.
Sama dengan kita. Dalam bekerja kita biasanya akan lebih enjoy dan produktif kalau bisa menemukan partner atau rekan kerja yang cocok dan pas dengan kita (jadi ada chemistry yang kuat). Team work yang kokoh memang bisa kita bangun kalau ada ikatan atau kohesi yang solid diantara para anggotanya.
Demikianlah, dua pelajaran bisnis ringkas dari Sandiaga Uno. Sosok profesional muda yang kaya, rendah hati dan punya sikap religius yang kuat.
Mas Sandi, doa saya agar keberkahan dari Sang Pemberi Rezeki terus mengalir pada diri Anda dan keluarga.
No comments:
Post a Comment