Minggu, 27/11/2011 10:52 WIBUtang Capai Rp 1.768 Triliun, Pemerintah Hanya Gali Lubang Tutup Lubang Herdaru Purnomo - detikFinance
Jakarta - Pemerintah terus membanggakan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) yang cukup rendah dibawah 30% diantara negara-negara kawasan Eropa dan AS yang cukup besar diatas 100%.
Namun, utang RI yang hingga Oktober 2011 mencapai Rp 1.768,04 triliun dinilai belum memberikan kesejahteraan bagi masyarakat banyak.
Anggota Komisi XI DPR-RI, Arif Budimanta mengungkapkan dalam melihat kondisi utang pemerintah juga harus hati-hati walaupun dari sisi rasio utang dengan PDB terlihat bahwa kondisi masih aman yaitu dibawah 30%.
"Tetapi dari sisi likuiditas terlihat kemampuan membayar utang dari surplus pendapatan dikurangi belanja yang tergambar dalam keseimbangan primer sudah pada tahap mengkhawatirkan," ungkap Arif kepada detikFinance di Jakarta, Minggu (27/11/2011).
Dijelaskan Arif, perlu diwaspadai bahwa dengan kekuatan fiskal pemerintah saat ini, kondisi keseimbangan primer dalam APBN dari waktu ke waktu merosot tajam.
"Sudah lebih besar pasak dari tiang. 5 tahun terakhir merosot 7000 persen. Keseimbangan primer adalah pendapatan negara dikurangi belanja dalam APBN diluar pembayaran cicilan utang (bunga)," tuturnya.
Menurut Arif, keseimbangan primer menurun 7000 persen dari Rp 50, 791 triliun pada tahun 2005 menjadi hanya Rp 0,73 triliun pada tahun 2011. "Bahkan pembayaran bunga utang 5 tahun terakhir meningkat 200% dari Rp 65, 2 triliun menjadi Rp 116, 4 triliun pada tahun 2011," paparnya.
"Utang negara adalah Bom waktu. Manajemen utang harus direformasi. Utang kita yang sekarang jumlahnya telah mencapai Rp 1,768 triliun lebih harus memberikan kenaikan produktivitas kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat. Bayangkan saja, utang kita meningkat lebih dari 40% enam tahun terakhir ini," imbuh Politis PDIP ini.
Ia mengharapkan setiap rupiah utang yang dikeluarkan oleh negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat dan berimplikasi langsung terhadap perbaikan kualitas pembangunan yang ditandai dengan meningkatnya indikator-indikator perekonomian.
"Seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), daya saing, serapan lapangan kerja seperti itu. Jangan sampai utang tersebut ternyata hanya dipakai untuk membayar gaji dan program-program yang tidak berimplikasi langsung dengan sektor riil," tuturnya.
Karena menurut Arif, jika melihat posisi keseimbangan primer dengan kewajiban pembayaran cicilan utang, maka terlihat bahwa saat ini ketahanan fiskal RI sangat rapuh. "Gali lubang tutup lobang, utang lama dibayar dengan utang baru," tegas Arif.
Seperti diketahui, total utang pemerintah Indonesia hingga Oktober 2011 mencapai Rp 1.768,04 triliun. Dalam sebulan jumlah utang itu naik Rp 13,13 triliun dibanding posisi September 2011 yang sebesar Rp 1.754,91 triliun.
Jika dibandingkan dengan jumlah utang di Desember 2010 yang sebesar Rp 1.676,85 triliun, jumlah utang hingga Oktober 2011 bertambah Rp 91,19 triliun. Secara rasio terhadap PDB, utang RI juga naik dari 27,3% pada September menjadi 27,5% pada Oktober.
(dru/dru)
Namun, utang RI yang hingga Oktober 2011 mencapai Rp 1.768,04 triliun dinilai belum memberikan kesejahteraan bagi masyarakat banyak.
Anggota Komisi XI DPR-RI, Arif Budimanta mengungkapkan dalam melihat kondisi utang pemerintah juga harus hati-hati walaupun dari sisi rasio utang dengan PDB terlihat bahwa kondisi masih aman yaitu dibawah 30%.
"Tetapi dari sisi likuiditas terlihat kemampuan membayar utang dari surplus pendapatan dikurangi belanja yang tergambar dalam keseimbangan primer sudah pada tahap mengkhawatirkan," ungkap Arif kepada detikFinance di Jakarta, Minggu (27/11/2011).
Dijelaskan Arif, perlu diwaspadai bahwa dengan kekuatan fiskal pemerintah saat ini, kondisi keseimbangan primer dalam APBN dari waktu ke waktu merosot tajam.
"Sudah lebih besar pasak dari tiang. 5 tahun terakhir merosot 7000 persen. Keseimbangan primer adalah pendapatan negara dikurangi belanja dalam APBN diluar pembayaran cicilan utang (bunga)," tuturnya.
Menurut Arif, keseimbangan primer menurun 7000 persen dari Rp 50, 791 triliun pada tahun 2005 menjadi hanya Rp 0,73 triliun pada tahun 2011. "Bahkan pembayaran bunga utang 5 tahun terakhir meningkat 200% dari Rp 65, 2 triliun menjadi Rp 116, 4 triliun pada tahun 2011," paparnya.
"Utang negara adalah Bom waktu. Manajemen utang harus direformasi. Utang kita yang sekarang jumlahnya telah mencapai Rp 1,768 triliun lebih harus memberikan kenaikan produktivitas kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat. Bayangkan saja, utang kita meningkat lebih dari 40% enam tahun terakhir ini," imbuh Politis PDIP ini.
Ia mengharapkan setiap rupiah utang yang dikeluarkan oleh negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat dan berimplikasi langsung terhadap perbaikan kualitas pembangunan yang ditandai dengan meningkatnya indikator-indikator perekonomian.
"Seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), daya saing, serapan lapangan kerja seperti itu. Jangan sampai utang tersebut ternyata hanya dipakai untuk membayar gaji dan program-program yang tidak berimplikasi langsung dengan sektor riil," tuturnya.
Karena menurut Arif, jika melihat posisi keseimbangan primer dengan kewajiban pembayaran cicilan utang, maka terlihat bahwa saat ini ketahanan fiskal RI sangat rapuh. "Gali lubang tutup lobang, utang lama dibayar dengan utang baru," tegas Arif.
Seperti diketahui, total utang pemerintah Indonesia hingga Oktober 2011 mencapai Rp 1.768,04 triliun. Dalam sebulan jumlah utang itu naik Rp 13,13 triliun dibanding posisi September 2011 yang sebesar Rp 1.754,91 triliun.
Jika dibandingkan dengan jumlah utang di Desember 2010 yang sebesar Rp 1.676,85 triliun, jumlah utang hingga Oktober 2011 bertambah Rp 91,19 triliun. Secara rasio terhadap PDB, utang RI juga naik dari 27,3% pada September menjadi 27,5% pada Oktober.
(dru/dru)
No comments:
Post a Comment