TKW disiksa. TKW dilecehkan. Pelanggaran kontrak gaji. Majikan yang melakukan kekerasan bahkan pembunuhan pada TKI yang bekerja pada mereka. Itulah serentetan berita duka yang sering kita lihat di media berita.
Tak heran, karena menurut catatan kementrian luar negeri kasus kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia tahun 2010 mencapai 4.532 kasus! Angka itu diperoleh berdasarkan laporan dari seluruh kedutaan besar RI di dunia. Dan bisa jadi,banyak juga kasus kekerasan yang tidak terdeteksi atau tidak dilaporkan.
Bukan soal kedukaan yang akan kami kisahkan di episode ini. Tapi Kick Andy mengajak anda semua untuk melihat kisah-kisah tentang sejumlah TKI yang memiliki cerita berbeda. Seperti kisah Nuryati Solapari, mantan TKW di Arab Saudi.
Keputusan Nuryati untuk menjadi seorang TKI adalah demi memenuhi cita-citanya untuk melangsungkan pendidikan ke jenjang kuliah. Kondisi ekonomi keluarga sangat tidak memungkinkan baginya untuk berkuliah, meski dia berpredikat lulusan terbaik di SMA-nya. Maka Nuryati pun menjadi TKW di Arab Saudi pada kurun waktu tahun 1998 – 2001. Ia bekerja sebagai baby sitter atau pengasuh bayi bagi keluarga arab yang memiliki dua orang anak.
Dengan uang hasil keringatnya itulah, kemudian Nuryati mendaftar kuliah di universitas Tirtayasa, Banten. Dengan upaya keras, terutama soal mencari biaya, Nuryati tak hanya meraih gelar sarjana di kampus itu, Ia juga berhasil meraih gelar S2-nya di bidang hukum.
Mantan TKW yang kini bekerja sebagai dosen di kampus almamaternya itu, juga sedang menyiapkan diri untuk meraih gelar doctor. “Saya ingin menjadi TKW yang bisa mencapai gelar professor,” ujar Nuryati di Kick Andy.
Pergi untuk menjadi TKI memang harus punya target. Setidaknya itu yang diyakini Imam Nahrawi sebelum memutuskan menjadi TKI ke Korea di tahun 2000. Imam berangkat menjadi TKI ke Korea Selatan dengan target untuk mengubah kehidupan, karena gaji sebelumnya sebagai pekerja di pabrik pengolahan pisang, dirasa tidak kunjung cukup.
“Istri saya sempat berpesan dan memberi saya 2 pilihan saat akan berangkat yaitu, pulang dan berhasil membuat iri tetangga karena sukses, atau pulang dengan malu karena disorakin tetangga karena tidak suskes,” tutur Imam.
Berbekal pesan dari sang istri tadi, Imam pun bekerja di perusahaan tekstil di Pusan, Korea Selatan. Tekad, usaha keras dan kejujuran yang membuat imam bisa mengumpulkan banyak modal untuk menjadi pengusaha di tanah kelahirannya, setelah ia kembali dari korea tahun 2002. Kini Imam memiliki sejumlah usaha. Semua asset yang dibangun dari modal gaji yang dia kumpulkan selama bekerja di Korea itu, kini mencapai milyaran rupiah.
Uniknya lagi, Imam kini membangun sebuah pasar yang diperuntukan bagi para mantan TKW/TKI. Pendirian pasar ini katanya, merupakan wujud prihatin karena banyak ditemukan mantan TKI yang kembali miskin setelah pulang ke kampung halamannya, akibat para mantan TKI berperilaku konsumtif dan tidak bisa mengelola uang hasil jerih payah selama bekerja di luar negeri.
Lain lagi kisah Maryam, mantan TKW di Hongkong. Para TKI bisa belajar banyak bagaimana trik-trik Maryam dalam mengumpulan uang tambahan selama menjadi TKW disana. Pekerjaan utama Maryam di Hongkong adalah menjadi pembantu rumah tangga di sebuah keluarga, sekaligus menjadi pengurus seorang manula. Di sela-sela itu, Maryam sangat jeli melihat peluang bisnis yang menghasilkan keuntungan. Ia mengaku tak mau konsumtif seperti TKW-TKW lainnya.
Soal TKW di Hongkong, memang bukan cerita baru. Banyak kisah tentang TKW yang terlilit hutang di sana, karena kebiasaan yang konsumtif disana. “Bayangkan di sana itu ada banyak TKW yang kalau ulang tahun itu mengadakan pesta, hingga menghabiskan 3 bulan gajinya,” kata Maryam.
Sineas muda Lola Amaria yang memproduksi film “Minggu Pagi di Victoria Park” juga membenarkan soal kegiatan konsumtif itu. Bahkan, menurut Lola, pekerja Indonesia di sana yang kebanyakan perempuan itu juga gampang terjerat oleh para pria-pria bertampang india. “Mereka suka membelanjakan uangnya untuk para pria-pria itu,” ujarnya.
Kisah dari Jepang lain lagi. Zulkifli, pemuda asal Kendari Sulawesi Tenggara, menjadi TKI di sana selama 6 tahun. Di sela-sela pekerjaannya, Zul sering menyempatkan waktu untuk bermain musik, dengan membeli alat-alat music bekas untuk menyalurkan hobinya. Bahkan beberapa kali ia sempat memiliki kesempatan untuk manggung di kedutaan Indonesia di Tokyo Jepang.
Lagu Aishiteru yang kini popular adalah salah satu karya yang ia ciptakan sambil mengerjakan tugasnya sebagai di sebuah pabrik. Katanya, itu adalah sebuah lagu yang mengungkapkan kegundahannya sebagai lelaki yang terpaksa harus berjauhan dengan sang istri. “Mesin di pabrik itu kan berisik sekali, jadi saya teriak-teriak aja nyanyi lagu itu, orang Jepangnya juga gak denger,” kata Zul diakhiri tawa.
Sekembalinya dari Jepang, Zul memantapkan karirnya di dunia musik tanah air. Lagu yang yang ia teriakan saat bekerja di pabrik itu kini sudah populer di kancah musik Indonesia. Dan Zul membawa lagu yang berjudul Aishiteru itu dengan bendera grup band Zivilia.
Inilah kisah-kisah yang akan memberi inspirasi bagi kita semua, tentang semangat dan perjuangan saudara-saudara kita para TKI/YKW hingga bisa meraih sukses.
No comments:
Post a Comment