Ketika sebuah kapal pecah, seorang penumpangnya selamat. Dia terdampar sendirian di sebuah pulau kecil terpencil yang tidak berpenghuni.
Penumpang yang selamat tersebut kemudian sholat dan berdoa banyak banyak, agar agar Allah SWT berkenan menolongnya. Tak henti hentinya pandangannya diarahkan ke laut, namun pertolongan tak kunjung datang juga.
Akhirnya setelah bosan menanti dipinggir pantai, dia mulai membuat rumah rumahan dari ranting dan semak kering yang bisa dia temukan. Akhirnya jadilah sebuah pondok kecil yang bisa melindunginya dari sengatan terik matahari. Di pondok itu dia bisa beristirahat dan menyimpan buah buahan yang dia kumpulkan.
Pada suatu hari, ketika dia sedang pergi mencari makan, pondoknya terbakar habis. Asapnya menjulang tinggi keangkasa. Ketika dia pulang, pondoknya sudah tinggal sebagai tumpukan arang yang masih mengeluarkan asap tebal. Dia merasa segalanya sudah habis, tidak ada lagi yang tersisa.
Dia terpaku diam dengan penuh kekesalan dan kesedihan. "Ya Allah mengapa Engkau biarkan semua ini terjadi" katanya berulang ulang. Dia merasa bahwa segalanya sudah hancur.
Keesokan harinya, dia terbangun karena mendengar suara sebuah kapal yang mendekati pulau tersebut. Kapal tersebut ternyata datang ke pulau untuk menolong dirinya.
"Bagaimana kalian tahu kalau aku ada disini dan membutuhkan pertolonganmu?" tanya penumpang yang terdampar tersebut.
"Kami melihat tanda berupa asap yang membubung" kata sang awak kapal.
Memang kalau sesuatu hal yang tidak kita inginkan terjadi, kita sering kecewa. Padahal, mungkin itu "cara Allah" menolong kita.
Ada kisah lain yang serupa yang diceritakan oleh Ustadz Yusuf Mansur.
Ada seorang penjual nasi yang tidak cukup punya uang untuk membayar perpanjangan kontrakan warungnya. Dia sedekahkan uang yang sudah dia tabung (namun tidak mencukupi untuk membayar uang kontrakan). Dia tunggu tunggu datangnya pertolongan Allah, namun tidak kunjung datang juga. Penjual nasi tersebut akhirnya harus pindah dari rumah kontrakan. Dia kemudian membuka tenda warung nasi di dekat penampungan pengungsi Lapindo.
Ternyata lewat cara itulah pertolongan Allah datang. Dia mendapat kontrakan untuk menyediakan nasi bungkus bagi ribuan pengungsi. Dari situ, dia malahan bisa membeli rumah.
Penumpang yang selamat tersebut kemudian sholat dan berdoa banyak banyak, agar agar Allah SWT berkenan menolongnya. Tak henti hentinya pandangannya diarahkan ke laut, namun pertolongan tak kunjung datang juga.
Akhirnya setelah bosan menanti dipinggir pantai, dia mulai membuat rumah rumahan dari ranting dan semak kering yang bisa dia temukan. Akhirnya jadilah sebuah pondok kecil yang bisa melindunginya dari sengatan terik matahari. Di pondok itu dia bisa beristirahat dan menyimpan buah buahan yang dia kumpulkan.
Pada suatu hari, ketika dia sedang pergi mencari makan, pondoknya terbakar habis. Asapnya menjulang tinggi keangkasa. Ketika dia pulang, pondoknya sudah tinggal sebagai tumpukan arang yang masih mengeluarkan asap tebal. Dia merasa segalanya sudah habis, tidak ada lagi yang tersisa.
Dia terpaku diam dengan penuh kekesalan dan kesedihan. "Ya Allah mengapa Engkau biarkan semua ini terjadi" katanya berulang ulang. Dia merasa bahwa segalanya sudah hancur.
Keesokan harinya, dia terbangun karena mendengar suara sebuah kapal yang mendekati pulau tersebut. Kapal tersebut ternyata datang ke pulau untuk menolong dirinya.
"Bagaimana kalian tahu kalau aku ada disini dan membutuhkan pertolonganmu?" tanya penumpang yang terdampar tersebut.
"Kami melihat tanda berupa asap yang membubung" kata sang awak kapal.
Memang kalau sesuatu hal yang tidak kita inginkan terjadi, kita sering kecewa. Padahal, mungkin itu "cara Allah" menolong kita.
Ada kisah lain yang serupa yang diceritakan oleh Ustadz Yusuf Mansur.
Ada seorang penjual nasi yang tidak cukup punya uang untuk membayar perpanjangan kontrakan warungnya. Dia sedekahkan uang yang sudah dia tabung (namun tidak mencukupi untuk membayar uang kontrakan). Dia tunggu tunggu datangnya pertolongan Allah, namun tidak kunjung datang juga. Penjual nasi tersebut akhirnya harus pindah dari rumah kontrakan. Dia kemudian membuka tenda warung nasi di dekat penampungan pengungsi Lapindo.
Ternyata lewat cara itulah pertolongan Allah datang. Dia mendapat kontrakan untuk menyediakan nasi bungkus bagi ribuan pengungsi. Dari situ, dia malahan bisa membeli rumah.
No comments:
Post a Comment