Saat ini kesuksesan hidup diukur dari materi yang dipunyai seseorang. Orang dikatakan sukses bila punya banyak harta.
Akibatnya banyak orang hidup untuk mengejar hrta, kadang dengan cara yang tidak halal. Bila baju, tas tangan, sepatu atau HP tidak keluaran model terbaru, kita sering merasa rendah diri.
Para politikus ramai ramai merampok harta negara. Anggaran pembangunan (APBN) jadi bancaan. Banyak proyek yang berniali sekitar separuh dari nilai proyeknya. jauh sekali dengan perilaku para pahlawan. Kalau kita baca buku sejarah dimana mantan presiden Sukarno rela dipenjara dan dibuang karena memperjuangkan kemerdekaan Indonesia Tanpa pengorbanan para pahlawan, Indonesia tidak akan pernah bisa merdeka.
Agar kita bisa melawan materialisme, kita perlu sedikit demi sedikit menerapkan hidup zuhud. Saya kutipkan sebuah artikel tentang zuhud dari http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100117014842AAISRNp
Zuhud ditafsirkan dengan tiga perkara yang semuanya berkaitan dengan perbuatan hati:
1. Bagi seorang hamba yang zuhud, apa yang ada di sisi Allah lebih dia percayai daripada apa yang ada di tangannya sendiri. Hal ini timbul dari keyakinannya yang kuat dan lurus terhadap kekuasaan Allah. Abu Hazim az-Zahid pernah ditanya, “Berupa apakah hartamu?” Beliau menjawab, “Dua macam. Aku tidak pernah takut miskin karena percaya kepada Allah, dan tidak pernah mengharapkan apa yang ada di tangan manusia.” Kemudian beliau ditanya lagi, “Engkau tidak takut miskin?” Beliau menjawab, “(Mengapa) aku harus takut miskin, sedangkan Rabb-ku adalah pemilik langit, bumi serta apa yang berada di antara keduanya.”
2. Apabila terkena musibah, baik itu kehilangan harta, kematian anak atau yang lainnya, dia lebih mengharapkan pahala karenanya daripada mengharapkan kembalinya harta atau anaknya tersebut. Hal ini juga timbul karena keyakinannya yang sempurna kepada Allah.
3. Baginya orang yang memuji atau yang mencelanya ketika ia berada di atas kebenaran adalah sama saja. Karena kalau seseorang menganggap dunia itu besar, maka dia akan lebih memilih pujian daripada celaan. Hal itu akan mendorongnya untuk meninggalkan kebenaran karena khawatir dicela atau dijauhi (oleh manusia), atau bisa jadi dia melakukan kebatilan karena mengharapkan pujian. Jadi, apabila seorang hamba telah menganggap sama kedudukan antara orang yang memuji atau yang mencelanya, berarti menunjukkan bahwa kedudukan makhluk di hatinya adalah rendah, dan hatinya dipenuhi dengan rasa cinta kepada kebenaran.
Ada dua ciri zahid (individu yang menjadikan zuhud sebagai pola hidup).
Pertama, zahid tidak menggantungkan kebahagiaan hidupnya pada apa yang dimiliki. Bila bahagia ditambatkan pada kendaraan yang dimiliki, kala kendaraan itu tergores, hilanglah bahagia yang bersemayam di dada. Jika hati dilabuhkan pada yang dimiliki, maka saat apa yang dimiliki itu terlepas dari genggaman, terlepaslah kebahagiaannya.
Kedua, kebahagiaan zahid tidak terletak pada materi, tapi pada dataran spiritual. Hidup akan menjelma menjadi guyonan yang mengerikan bila makna bahagia disandarkan pada benda. Sebab, benda hanya menunggu waktu untuk lenyap.
Hakikat zuhud bukanlah meninggalkan dunia, namun tidak meletakkan hati padanya. Zuhud bukan menghindari kenikmatan duniawi, tetapi tidak meletakkan nilai yang tinggi padanya.
''Tiadalah perbandingan dunia ini dengan akhirat, kecuali seperti seorang yang memasukkan jarinya dalam lautan besar, maka perhatikan berapa dapatnya. (HR Muslim).
Subhanallah hidup sederhana dapat selalu mendekatkan diri kepada Allah.
ReplyDelete